Sabtu, 04 Juli 2009

LEGENDA SI RAJA BATAK

Konon di atas langit (banua ginjang, nagori atas) adalah seekor ayam bernama Manuk Manuk Hulambujati (MMH) berbadan sebesar kupu-kupu besar, namun telurnya sebesar periuk tanah. MMH tidak mengerti bagaimana dia mengerami 3 butir telurnya yang demikian besar, sehingga ia bertanya kepada Mulajadi Na Bolon (Maha Pencipta) bagaimana caranya agar ketiga telur tsb menetas.

Mulajadi Na Bolon berkata, “Eramilah seperti biasa, telur itu akan menetas!” Dan ketika menetas, MMH sangat terkejut karena ia tidak mengenal ketiga makhluk yang keluar dari telur tsb. Kembali ia bertanya kepada Mulajadi Nabolon dan atas perintah Mulajadi Na Bolon, MMH memberi nama ketiga makhluk (manusia) tsb. Yang pertama lahir diberi nama TUAN BATARA GURU, yang kedua OMPU TUAN SORIPADA, dan yang ketiga OMPU TUAN MANGALABULAN , ketiganya adalah lelaki.

Setelah ketiga putranya dewasa, ia merasa bahwa mereka memerlukan seorang pendamping wanita. MMH kembali memohon dan Mulajadi Na Bolon mengirimkan 3 wanita cantik: SIBORU PAREME untuk istri Tuan Batara Guru, yang melahirkan 2 anak laki laki diberi nama TUAN SORI MUHAMMAD, dan DATU TANTAN DEBATA GURU MULIA dan 2 anak perempuan kembar bernama SIBORU SORBAJATI dan SIBORU DEAK PARUJAR. Anak kedua MMH, Tuan Soripada diberi istri bernama SIBORU PAROROT yang melahirkan anak laki-laki bernama TUAN SORIMANGARAJA sedangkan anak ketiga, Ompu Tuan Mangalabulan, diberi istri bernama SIBORU PANUTURI yang melahirkan TUAN DIPAMPAT TINGGI SABULAN.

Dari pasangan Ompu Tuan Soripada-Siboru Parorot, lahir anak ke-5 namun karena wujudnya seperti kadal, Ompu Tuan Soripada menghadap Mulajadi Na Bolon (Maha Pencipta). “Tidak apa apa, berilah nama SIRAJA ENDA ENDA,” kata Mulajadi Na Bolon. Setelah anak-anak mereka dewasa, Ompu Tuan Soripada mendatangi abangnya, Tuan Batara Guru menanyakan bagaimana agar anak-anak mereka dikawinkan. “Kawin dengan siapa? Anak perempuan saya mau dikawinkan kepada lakilaki mana?” tanya Tuan Batara Guru. “Bagaimana kalau putri abang SIBORU SORBAJATI dikawinkan dengan anak saya Siraja Enda Enda. Mas kawin apapun akan kami penuhi, tetapi syaratnya putri abang yang mendatangi putra saya,” kata Tuan Soripada agak kuatir, karena putranya berwujud kadal.

Akhirnya mereka sepakat. Pada waktu yang ditentukan Siboru Sorbajati mendatangai rumah Siraja Enda Enda dan sebelum masuk, dari luar ia bertanya apakah benar mereka dijodohkan. Siraja Enda Enda mengatakan benar, dan ia sangat gembira atas kedatangan calon istrinya. Dipersilakannya Siboru Sorbajati naik ke rumah. Namun betapa terperanjatnya Siboru Sorbajati karena lelaki calon suaminya itu ternyata berwujud kadal. Dengan perasaan kecewa ia pulang mengadu kepada abangnya Datu Tantan Debata. “Lebih baik saya mati daripada kawin dengan kadal,” katanya terisak-isak. “Jangan begitu adikku,” kata Datu Tantan Debata. “Kami semua telah menyetujui bahwa itulah calon suamimu. Mas kawin yang sudah diterima ayah akan kita kembalikan 2 kali lipat jika kau menolak jadi istri Siraja Enda Enda.”

Siboru Sorbajati tetap menolak. Namun karena terus-menerus dibujuk, akhirnya hatinya luluh tetapi kepada ayahnya ia minta agar menggelar “gondang” karena ia ingin “manortor” (menari) semalam suntuk. Permintaan itu dipenuhi Tuan Batara Guru. Maka sepanjang malam, Siboru Sorbajati manortor di hadapan keluarganya. Menjelang matahari terbit, tiba-tiba tariannya (tortor) mulai aneh, tiba-tiba ia melompat ke “para-para” dan dari sana ia melompat ke “bonggor” kemudian ke halaman dan yang mengejutkan tubuhnya mendadak tertancap ke dalam tanah dan hilang terkubur!

Keluarga Ompu Tuan Soripada amat terkejut mendengar calon menantunya hilang terkubur dan menuntut agar Keluarga Tuan Batara Guru memberikan putri ke-2 nya, Siboru Deak Parujar untuk Siraja Enda Enda. Sama seperti Siboru Sorbajati, ia menolak keras. “Sorry ya, apa lagi saya,” katanya. Namun karena didesak terus, ia akhirnya mengalah tetapi syaratnya orang tuanya harus menggelar “gondang” semalam suntuk karena ia ingin “manortor” juga. Sama dengan kakaknya, menjelang matahari terbit tortornya mulai aneh dan mendadak ia melompat ke halaman dan menghilang ke arah laut di benua tengah (Banua Tonga).

Di tengah laut ia digigit lumba-lumba dan binatang laut lainnya dan ketika burung layang-layang lewat, ia minta bantuan diberikan tanah untuk tempat berpijak. Sayangnya, tanah yang dibawa burung layang-layang ancur karena digoncang NAGA PADOHA.

Siboru Deak Parujar menemui Naga Padoha agar tidak menggoncang Banua Tonga. “OK,” katanya. “Sebenarnya aku tidak sengaja, kakiku rematik. Tolonglah sembuhkan.” Siboru Deak Parujar berhasil menyembuhkan dan kepada Mulajadi Na Bolon dia meminta alat pemasung untuk memasung Naga Padoha agar tidak mengganggu. Naga Padoha berhasil dipasung hingga ditimbun dengan tanah dan terbenam ke benua tengah (Banua Toru). Bila terjadi gempa, itu pertanda Naga Padoha sedang meronta di bawah sana.

Alkisah, Mulajadi Na Bolon menyuruh Siboru Deak Parujar kembali ke Benua Atas. Karena lebih senang tinggal di Banua Tonga (bumi), Mulajadi Na Bolon mengutus RAJA ODAP ODAP untuk menjadi suaminya dan mereka tinggal di SIANJUR MULA MULA di kaki gunung Pusuk Buhit. Dari perkawinan mereka lahir 2 anak kembar: RAJA IHAT MANISIA (laki-laki) dan BORU ITAM MANISIA (perempuan). Tidak dijelaskan Raja Ihat Manisia kawin dengan siapa, ia mempunya 3 anak laki laki: RAJA MIOK MIOK, PATUNDAL NA BEGU dan AJI LAPAS LAPAS. Raja Miok Miok tinggal di Sianjur Mula Mula, karena 2 saudaranya pergi merantau karena mereka berselisih paham.

Raja Miok Miok mempunyai anak laki-laki bernama ENGBANUA, dan 3 cucu dari Engbanua yaitu: RAJA UJUNG, RAJA BONANG BONANG dan RAJA JAU. Konon Raja Ujung menjadi leluhur orang Aceh dan Raja Jau menjadi leluhur orang Nias. Sedangkan Raja Bonang Bonang (anak ke-2) memiliki anak bernama RAJA TANTAN DEBATA, dan anak dari Tantan Debata inilah disebut SI RAJA BATAK, YANG MENJADI LELUHUR ORANG BATAK DAN BERDIAM DI SIANJUR MULA MULA DI KAKI GUNUNG PUSUK BUHIT, letaknya kurang lebih 8 km arah barat dari Pagururan Kabupaten Samosir .

KISAH SILAHI SABUNGAN

Sabungan tinggal cukup lama bersama adiknya, Oloan, di Siogung-ogung (Pangururan-Samosir). Setelah dia merasa adiknya sudah dapat berdiri sendiri, Sabungan akhirnya pergi berkelana sampai akhirnya dia tiba di suatu tempat yang sangat indah, Paropo, di pinggir sebuah danau Toba yang sampai sekarang masih mempunyai nama sendiri Tao Silalahi. Karena tertarik dengan keindahannya, dia memilihnya sebagai tempat untuk bermukim. Ketekunannya bekerja menarik perhatian seorang pengembara yang kebetulan lewat dan datang memperkenalkan diri. Walaupun pada awalnya mereka sulit berkomunikasi karena bahasa keduanya sedikit berbeda, karena sering bertemu, akhirnya mereka dapat saling mengerti dan pembicaraan pun berjalan dengan lancar.

Pengembara tadi merasa prihatin melihat Sabungan masih hidup dalam kesendirian. Dengan sedikit malu-malu, pengembara tersebut menawarkan kepada Sabungan untuk menjalin suatu hubungan kekeluargaan. Dia bercerita tentang iboto-nya yang berjumlah tujuh orang. “Kalau engkau mau, engkau tinggal memilih,” demikian si pengembara menawarkan. Ternyata, Sabungan tertarik dengan tawaran itu. Dia akhirnya mengikuti ajakan si pengembara untuk melihat gadis-gadis tersebut. Setiba di kampung si pengembara, Sabungan tertegun melihat kecantikan ketujuh gadis itu.

Karena semuanya tampak sama-sama cantik, sulit baginya untuk menentukan pilihan. Akhirnya, Sabungan mendapat suatu akal. Dia meminta ketujuh gadis itu menyeberangi suatu sungai kecil satu per satu. Dia akhirnya memilih seorang di antara mereka, yaitu gadis yang menyeberang tanpa mengangkat kain penutup tubuhnya. Gadis itulah yang kemudian dijadikannya sebagai isteri. Pilihan Sabungan ternyata cukup tepat karena, dari isterinya ini, Sabungan memperoleh banyak anak. Dengan kelahiran anak-anaknya ini, pupus sudah anggapan orang yang selama ini meragukan kelaki-lakian Sabungan. Keraguan ini muncul karena Sabungan tidak kawin dalam tempo yang cukup lama.

Karena cukup lama tidak berumah tangga, orang menganggapnya bukan laki-laki sejati. Akhirnya, setelah dia mengawini wanita pilihannya dan memperoleh banyak anak, anggapan itu pupus dengan sendirinya. Sabungan benar-benar adalah lalahi (lelaki). Sesuai dengan kebiasaan orang Batak, nama pengganti ini lebih populer daripada nama aslinya. Sejak itu, nama lengkapnya berubah menjadi Silalahi Sabungan atau Silahi Sabungan. Ada banyak cerita yang berkembang tentang Silahi Sabungan ini. Salah satu di antaranya ialah cerita tentang bagaimana dia diperdaya oleh Raja Mangatur dari keturunan Sorba Dijae.

Konon, ke wilayah Patane di Onan Porsea datang seorang jagoan yang bernama Rahat Bulu. Nama ini adalah pemberian orang karena, siapa pun berurusan dengan Rahat Bulu (buluh yang sangat gatal), dia pasti celaka. Raja Mangatur merasa gerah dengan kehadiran orang ini dan berpikir keras bagaimana cara untuk menyingkirkannya. Sementara itu, berita tentang kehebatan Sabungan telah lama didengar oleh Raja Mangatur. Karena itu, dia berkeinginan untuk mengikat hubungan persaudaraan dengan Sabungan dengan maksud, bila sesuatu terjadi dengan Rahat Bulu yang suka mencari setori, Sabungan akan dilibatkan. Akan tetapi, dia tidak mengetahui caranya karena Sabungan telah mempunyai isteri dan anak. Untuk itu, dia mencari akal dengan mengatakan bahwa anak gadisnya sedang jatuh sakit dan hanya dapat sembuh apabila diobati oleh Sabungan. Sabungan berhasil dibujuk dan pergi mengikuti Raja Mangatur ke kampung-halamannya.

Begitu diobati oleh Sabungan, gadis itu pun sembuh. Akan tetapi, begitu dia ditinggal oleh Sabungan, penyakitnya kambuh lagi. Hal itu terjadi berulang-ulang. Agar penyakitnya benar-benar sembuh, diambil kesepakatan bahwa anak gadis itu harus dikawinkan dengan Sabungan. Walaupun usia keduanya terpaut jauh, karena alasan kemanusiaan, Sabungan akhirnya setuju.

Dari isterinya yang masih muda ini, Sabungan memperoleh seorang anak laki-laki yang rupawan dan diberinya nama Tambun.

Suatu waktu pada hari pekan, dengan bangga anak tersebut dibawa oleh ibunya mangebang ke pasar. Rahat Bulu kebetulan melihat anak kecil yang rupawan itu, lalu merampasnya dari gendongan ibunya. Dia mengatakan bahwa anak tersebut adalah anaknya sendiri sebagai hasil hubungan gelapnya dengan ibu muda tadi. Sudah tentu, hal ini di protes ibu muda itu karena dia sama sekali tidak mengenal lelaki ini. Akan tetapi, apa pun yang dikemukakan ibu muda tersebut, Rahat Bulu tetap mengatakan bahwa anak itu adalah anaknya. Peristiwa itu dilaporkan kepada Sabungan. Sabungan datang ke pasar dan mencoba untuk menjelaskan bahwa anak tersebut adalah anaknya. Rahat Bulu tetap bersikeras dan mengatakan bahwa anak tersebut adalah anak hasil hubungan gelapnya dengan wanita muda tersebut.

Untuk jalan keluar, diambil kesepakatan, untuk membuktikan siapa yang benar dan siapa yang salah, keduanya secara bergantian diminta untuk memasuki sebuah batang (peti mati terbuat dari sebatang pohon kayu besar; di belah dua, sebagian untuk tempat mayat dengan cara menoreh lobang untuk tempat mayat dan sebagian dijadikan sebagai tutup). Sebelum keduanya secara bergantian memasuki peti mati, Sabungan bertanya pada banyak orang yang hadir: ‘Porsea do hamu sude ?” (Apakah kalian percaya ?) Hadirin serentak menjawab: “Porsea … Porsea”. (percaya… percaya). Karena kedua belah pihak sudah setuju, begitu pula orang-orang yang menyaksikannya, maka dicarilah sebuah batang. Setelahnya sang ibu muda tadi dipersilahkan masuk lebih dahulu, lalu keluar dengan tidak kurang suatu apa pun.

Orang yang melihat pun ber sorak sorai. Rahat Bulu kemudian menyusul dan dengan rasa yakin akan bisa keluar dari peti mati itu dengan selamat. Akan tetapi, begitu dia masuk dan menelentangkan diri, peti mati itu langsung tertutup rapat. Segala upaya dilakukan baik oleh keluarganya yang turut menyaksikan, peti mati itu tetap saja tidak dapat dibuka. Peti mati itu kemudian diterbangkan oleh Sabungan ke Dolok Simanuk-manuk dan Rahat Bulu, konon, menjadi hantu pengganggu di sana. Konon inilah asal mula nama Onan Porsea dekat Patane tempat raja-raja berkumpul.

Karena khawatir akan terjadi lagi hal-hal yang tidak diinginkan, anak kecil ini kemudian dibawa ke Paropo. Pada awalnya, anak itu ditaruh di suatu tempat yang tersembunyi. Sabungan tidak ingin kehadiran anak kecil ini akan membawa persoalan baru mengganggu kerukunan dalam rumah tangganya. Akan tetapi, bagaimana pun pintarnya Sabungan menyembunyikan si anak kecil ini, rahasianya akhirnya terbongkar.

Hal ini diawali dengan seringnya Sabungan menyisakan makanannya dan membawanya ke tempat yang tidak diketahui isterinya. Kelakuan ini terasa aneh bagi isterinya yang memintanya untuk berterus terang, untuk siapa makanan tersebut disembunyikan. Akhirnya, Sabungan berceritera perihal kepergiannya ke tempat Raja Mangatur dan perkawinannya dengan puterinya yang menghasilkan anak kecil tersebut. Dia juga menceritakan peristiwa yang menimpa si anak sehingga, demi keselamatannya, dia terpaksa dibawa ke kampung-halamannya sendiri. Hati isterinya terenyuh dan dapat menerima hal ini sebagai suatu kenyataan. Dia akhirnya bertekad akan menganggap anak kecil itu sebagai putera bungsunya dan memeliharanya sebagai anak sendiri.

Hal itu dikemukakan kepada anak-anaknya dan ternyata tidak seorang pun merasa keberatan. Mereka sepakat untuk menerimanya sebagai adik bungsu. Untuk memperteguh kesepakatan ini, si ibu mengumpulkan anak-anaknya dan mereka secara bersama-sama memakan sejenis makanan yang dikenal dengan sagu-sagu mallangan. Makan bersama inilah yang belakangan dikenang oleh keturunan Silahi Sabungan dengan sumpah “Sagu-sagu Mallangan,” suatu sumpah yang mengakui Tambunan sebagai adik bungsu dalam keluarga Silahi Sabungan.

Dan marga Tambunan hingga saat ini merasa lebih nyaman dalam kelompok marga SILAHI SABUNGAN, hingga merasa tidak perlu membentuk persatuan dalam kelompok marga sendiri.

Silsilah Marga Silahisabungan.

Data yang dikumpulkan dari berbagai buku maupun turi-turian, bahwa Raja Silahisabungan mempunyai 2(dua) isteri.

Isteri pertama adalah Pinggan Matio boru Padang Batangari dan bermukim di Silalahi Nabolak dan isteri kedua adalah Milingiling boru Mangarerak.

Dari boru Pinggan Matio, Raja Silahisabungan memiliki tujuh (7) putra dan satu (1) putri. Sedangkan dari boru Milingiling, Silahisabungan memiliki seorang putra. Kedelapan putra Raja Silahisabungan dan seorang putri tersebut secara singkat dapat dijelaskan seperti dibawah ini.


Dari isteri pertama lahir sbb:

1. Haloho (Loho Raja)

2. Tungkir (Tungkir Raja)

3. Rumasondi (Sondi Raja)

4. Dabutar (Butar Raja)

5. Dabariba (Bariba Raja)

6. Debang (Debang Raja)

7. Pintubatu (Batu Raja)

8. Siboru Deang Namora.

Dari isteri kedua lahir satu putra yaitu:

1. Tambun(Tambun Raja)

1. Haloho (Loho Raja) menikah dengan boru tulangnya Rumbani boru Padang Batangari dan bermukim di Silalahi nabolak.Keturunannya sebagian pindah ke Paropo, Tolping, Pangururan, Parbaba. Haloho memiliki 3 putra yaitu : Sinaborno, Sinapuran, dan Sinapitu. Pada umumnya keturunannya memakai marga Sihaloho, dan hingga dewasa ini belum ada cabang marga ini.

2. Tungkir (Tungkir Raja) menikah dengan Pinggan Haomasan boru Situmorang dan bermukim juga di Silalahi nabolak. Pasangan ini juga memiliki 3 putra yaitu : Sibagasan, Sipakpahan dan Sipangkar. Keturunannya pada umumnya memakai marga Situngkir terutama Sibagasan dan Sipakpahan, sedangkan keturunan Sipangkar sebagian besar telah memakai Sipangkar sebagai marga.

3. Rumasondi (Sondi Raja) menikah dengan Nagok boru Purba Siboro. Pasangan ini juga bermukim di Silalahi nabolak. Keturunannya yaitu Rumasingap membuka perkampungan di Paropo.Rumasondi memiliki putra sbb : Rumasondi, Rumasingap, dan Rumabolon. Umumnya keturunannya memakai marga Rumasondi dan sebagaian memakai marga Silalahi (di balige) dan bahkan Rumasingap juga dipakai sebagai cabang marga. Demikian juga Doloksaribu, Sinurat, Nadapdap, Naiborhu, telah digunakan sebagai cabang marga dan masuk rumpun marga Rumasondi.

4. Dabutar (Butar Raja) menikah dengan Lagumora Sagala. Mereka juga tinggal di Silalahi Nabolak. Dabutar ini mempunyai tiga putra yaitu : Rumabolon, Ambuyak, dan Rumatungkup. Umumnya keturunannya memakai marga Sinabutar atau Sinamutar bahkan Sidabutar.

5. Dabariba Raja (Baba Raja) menikah dengan Sahat Uli boru Sagala. Mereka bermukim di Silalahi nabolak. Keturunannya memakai marga Sidabariba atau Sinabariba. Putranya berjumlah tiga yaitu : Sidabariba Lumbantonga, Sidabariba Lumbandolok, Sidabariba Toruan. Mereka ini pada umumnya memakai marga Sidabariba.

6. Debang (Debang Raja) menikah dengan Panamenan boru Sagala, juga bermukim di Silalahi nabolak. Keturunannya sebagaian menyebar ke Paropo. Debang Raja mempunyai 3 putra : Parsidung, Siari dan Sitao. Umumnya keturunannya memakai marga Sidebang atau Sinabang.

7. Pintu Batu (Batu Raja) menikah dengan Bunga Pandan boru Sinaga, juga tinggal di Silalahi nabolak. Memiliki 3 putra yaitu : Hutabalian, Lumbanpea, Sigiro. Keturunannya menggunakan marga Pintu Batu, tetapi keturunan Sigiro sebagian memakai marga Sigiro.

8. Tambun (Tambun Raja) adalah putra Raja Silahisabungan dari si boru Milingiling. Ketika masih remaja, Tambun meninggalkan Silalahi nabolak menemui ibu kandungnya di Sibisa Uluan. Tambun menikah dengan Pinta Haomasan boru Manurung dan bermukim di Sibisa. Dari Sibisa keturunannya berserak ke Huta Silombu, Huta Tambunan dan Sigotom Pangaribuan. Putra Raja Tambun berjumlah tiga orang yaitu : Tambun Mulia, Tambun Saribu, Tambun Marbun. Umumnya keturunannya memakai marga Tambun dan Tambunan, bahkan diantaranya memakai marga Baruara, Pagaraji, Ujung Sunge,Lumpan Pea.

Disamping marga-marga yang disebut di atas, Anak-anak Raja Silahisabungan dari isteri pertama memakai marga Silalahi. Sedangkan keturunan Tambun tetap menggunakan marga Tambun (oleh keturunan Tambun Uluan) atau Tambunan (oleh keturunan Tambun Koling).

PODA SAGU SAGU MARLANGAN

Poda sagu-sagu marlangan muncul karena munculnya pertengkaran antara Anak-anak Raja Silahisabungan dengan Si Raja Tambun yang mendapat perhatian lebih dari Ibunya Pinggan Matio dibandingakan anaknya yang lain, kemudian Raja Silahisabungan menyuruh Pinggan Mation menempa Sagu – sagu Marlangan berbentuk manusia yang ditaruh di kedalaman ampang ( Sejenis bakul). Kemudian SilahiSabungan memanggil seluruh putra putrinya dan Isterinya mengelilingi Sagu-sagu Marlangan dan kemudian menyampaikan pesan (WASIAT) yang isinya seperti dibawah ini :

HAMU ANAKKU NA UALU :


1. INGKON MASIHAHOLONGAN MA HAMU SAMA HAMU RO DI POMPARANMU, SISADA ANAK SISADA BORU NA SO TUPA MASIOLIAN, TARLUMOBI POMPARANMU NA PITU DOHOT POMPARAN NI SI RAJA TAMBUN ON.

2. INGKON HUMOLONG ROHAMU NA PITU DOHOT POMPARANMU TU BORU POMPARAN NI ANGGIMU SI RAJA TAMBUN ON, SUWANG SONGON I NANG HO RAJA TAMBUN DOHOT POMPARANMU INKON HUMOLONG ROHAM DI BORU POMPARAN NI HAHAM NA PITU ON.

3. TONGKA DOHONONMU NA UALU NA SO SAAMA SAINA HAMU TU PUDIAN NI ARI.

4. TONGKA PUNGKAON BADA MANANG SALISI TU ARI NA NAENG RO
5. MOLO ADONG PARBADAAN MANANG PARSALISIHAN DI HAMU, INGKON SIAN TONGA – TONGAMU MASI TAPI TOLA, SIBAHEN UMUM NA TINGKOS NA SOJADI MARDINKAN, JALA NA SO TUPA HALAK NA HASING PASAEHON.

Kemudian Raja Silahisabungan duduk dan menyuruh anak-naknya menjamah sagu – sagu marlangan itu tanda kesetiaan dan ikrar yang harus djunjung tingga. ke 8 anak Raja Silahisabungan menjamah Sagu – sagu marlangan itu dan berkata :” Sai dipargogoi Mulajadi Nabolon ma hami dohot pomparan nami mangulahon poda na nilehonmi amang,” kata mereka bergantian. Kemudian Raja Silahisabungan berkata, barang siapa yang melanggar wasiat ini seperti sagu – sagu marlangan inilah tidak berketurunan, ingkon mago jalan pupur.” Katanya.

Nyi Gusti Roro Kidul Ternyata Keturunan Batak

Legenda Namboru Nantinjo & Namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan perkenan-Nya lah buku ini bisa dikeluarkan dan diterbitkan.

Sebagai Salah satu usaha untuk melestarian Budaya Warisan dari leluhur Bangsa, Budaya Nasional Bangsa yang mengandung nilai-nilai universal termasuk kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam bingkai terpeliharanya kerukunan hidup bermasyarakat dan membangun peradaban bangsa yang semuanya sebagai ciptaan Sang Khalik, Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis melihat dan mengacu pada UUD 1945 setelah Amademen keempat tahun 2002 dan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN dan TAP MPR No. IV/MPRlI999 pada pasal 18 ayat 2), Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia dihormatiselaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.

Maka penulis menganggap bahwa buku yang berjudul “LEGENDA NAMBORU NANTINJO & NAMBORU KANJENG RATU NYI RORO KlDUL BIDING LAUT” merupakan suatu bentuk melestarikan cerita budaya leluhur agar generasi berikutnya tidak kehilangan akan adanya kepastian cerita yang sebenarnya.

Cerita dan isi dibuat atas saran dan pengungkapan langsung dan ilham dan sang mediator yang bisa berhadapan langsung dengan arwah leluhur kita itu. Kisah nyata cerita perjalanan yang masih ada sampai sekarang, dan peninggalannya masih sering diziarahi khalayak banyak.

Di akhir kata pengantar ini, penulis memohon maaf jikalau ada kesalahan cerita dan kekurangan, kami bersedia untuk memperbaiki danmenjilid buku berikutnya ke arah yang lebih sempurna.

Bandung, September 2004

TIM PENYUSUN

SEKAPUR SIRIH

Penulis terbuka pikiran dan hasrat untuk membuat jilidan buku ini atas saran dan pesanRatu Nyi Roro Kidul dan Namboru Nantinjo, yang meminta kepada penulis agar dibuat sebuah buku yang menceritakan kisah mereka. Berita dan cerita tersebut haruslah menyebar kepada masyarakat banyak melalui melalui media elektronik, media cetak, VCD, DVD bahkan dibuat ke Film Layar Lebarnya.

Ratu Nyi Roro Kidultelah kami jemput dan telah bertemu kembali dengan Saribu Raja pada hari Senin Tgl, 01 - 03 - 2004 di Gua Parang Tritis, Yogyakarta. Dalam pertemuan itulah isak tangis yang memilukan dan kesedihan yang selama ini dipendam sepanjang perjalanan kekuasaannyasebagai Ratu, tertumpah.

Senin Tgl, 01 - 03-2004, semua yang selama ini dicari Ratu Nyi Roro Kidul telah tergenapi dan kerajaan sebagai Ratu Pantai Selatan telah sempurna. Kamipun sudah menyambut kedatangan Ratu ke pangkuan Si Raja Batak denganNasi Tumpeng Ulos Makkopol, dan sesajen lainnya.

Demikianlah Buku Cerita ini kami buat atas saran dan arahan Ratu Nyi Roro Kidul dan Namboru Nantinjo Nasumurung sebagai dua Ratu Yang Berkuasa :


UCAPAN TERIMA KASIH


Tak lupa kami mengucapkan Puji dan Syukur Kepada Sang Maha Pencipta Langit dan Bumi, karena atas Ridho-Nyalah semuanya ini dapat terlaksana.

Terima kasih kami juga haturkan kepada semua Arwah Leluhur Bangsa Indonesia diseluruh Persada Nusantara ini. Arwah Nenek Moyang kamiGuru Tatea Bulan dan Sibasobolon, Raja Uti, Biding Laut (Nyi Roro Kidul), Saribu Raja, Limbong Mulana, Sagala Raja, Silau Raja, Namboro Pareme, TintinHaumasan, Sinta Haumasan, dun Namboru Nasumurung Siampudan (Nantinjo) dan juga Bere Niompui, Ompu Sisingamangaraja.Kepada semuaketurunan Oppu Guru Tatea Bulan baik yang langsung maupun tidak langsung, yang telah membantu kami dalam penerbitan buku ini. Kepada:Tom Pasaribu, Amani Hotni Sinurat, Nai Hotni Boru Sagala, Ama Dapot Limbong, Uban Pasaribu, Amani Fuji Tarihoran, Amani Parlin Malau, Sutan ParlindunganTanjung dun semua pihak yang telah membantu kami yang tak dapat kami sebut satu persatu.

Demikian juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua keturunan Jawa, Sunda dan Banten, dan Betawi, Madura, dan semua suku yangmenghargai leluhur kitaRatu Nyi Roro Kidul. Juga kepada Keraton Yogyakarta, Keraton Cirebon, Parang Tritis dan kuncennya, dan kru yang ada di sana. Dinas Pariwisata Pangandaran, Pelabuhan Ratu, Samudra Beach Hotel dan Kuncennya, Pesanggrahan Karang Hawu, Karang Bolong Banten, Karang Bolong Surade dan semua tempat sakral Ratu Nyi Roro Kidul yang tak dapat kami sebutkan satu-persatu.


AWAL TERJADINYA PULAU MALAU


Nantinjo adalah putri bungsu dari Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon dari sepuluh bersaudara, anak yang pertama adalah Raja Uti, ke dua Saribu Raja, ke tiga Limbong Mulana, ke empat Sagala Raja, ke lima Lau Raja sedangkan perempuan yang pertama adalah Biding Laut, ke dua Boru Pareme, ke tiga Anting Haumasan, ke empat Sinta Haumasan dan ke lima Nantinjo. Kita dapat berbicara langsung dengan Nantinjo melalui Nai Hotni Boru Sagala yang tinggal di Cianjur Jawa Barat yang menjadi tempat masuknya Roh Nantinjo (Hasorangan). Tujuan Nantinjo kembali kedunia adalah untuk mengobati, membantu orang yang meminta pertolongan terlebih keturunan dari Bapak dan Ibunya serta meluruskan sejarah asal mula keturunan dari keluarganya dan mempersatukan kembali keturunan Bapaknya Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon.

Semasa hidupnya, Nantinjo mengalami penderitaan yang cukup berat, sebab ketika lahir kedunia ini saja dia tidak sempuma, dikatakan wanita bukan, pria juga bukan.Pada saat umurnya sepuluh tahun kedua orang tua Nantinjo telah di panggil Yang Kuasa. Semenjak ditinggal kedua orang tuanya semakin beratlah penderitaan yang dialaminya. Nantinjo tinggal bersama abangnya Limbong Mulana, karena yang tinggal dikampung pada saat itu hanyalah ketiga abangnya Limbong Mulana, Sagala Raja serta Lau Raja, sedangkan abangnya Raja Gumeleng-Geleng telah pergi dibawa oleh Yang Kuasa kepuncak Gunung Pusuk Buhit. Abangnya yang nomor dua Saribu Raja telah pergi juga merantau entah kemana rimbanya, dikarenakan adanya skandal cinta dengan adiknya sendiri Boru Pareme.

Kemelut keluarga yang begitu hebat telah melanda keluarga Nantinjo sehingga abangnya yang nomor tigalah yang harus bertanggung jawab atas diri Natinjo sepeninggal kedua orang tuanya. Walaupun Nantinjo tinggal dirumah abangnya sendiri, penderitaan yang dialaminya sangat berat karena begitu besar tanggungjawab yang dibebankan abangnya terhadap dirinya mulai dari mengurus rumah, mengasuh anak-anak, serta mencari bahan makanan ke hutan. Dan yang membuat hati Nantinjo sangat menderita apabila Nantinjo salah sedikit saja pastilah dia mendapat hukuman dari abangnya. Siksaan demi siksaan diterima Natinjo hari lepas hari dari abangnya tersebut. Meskipun begitu berat penderitaannya Nantinjo pasrah, sebab tumpuan harapan pengaduannya telah pergi merantau entah kemana.

Nantinjo mempunyai keahlian bertenun, maklumlah pada saat itu dia harus bertenun jika ingin mempunyai pakaian. Setiap bertenun, Nantinjo selalu melantunkan syair lagu penderitaannya dengan berlinang air mata sambil memohon kepada yang Kuasa agar ditunjukkan jalan padanya untuk dapat keluar dari deritanya. Melihat dan mendengar penderitaan serta jeritan hati Nantinjo, Yang Kuasa akhirnya menunjukkan jalan keluar kepada Nantinjo. Pada suatu saat datanglah abangnya Lau Raja bertamu kerumah Limbong Mulana, melihat adiknya sedang menangis hatinya sedih, sebagai abangnya Lau Raja penasaran dan bertanya kepada sang adik, mengapa engkau menangis Nantinjo? Namun pertanyaan abangnya itu bukan membuat Nantinjo diam malah membuat tangisan Nationjo semakin keras. Lau Raja pun mendekati adiknya, dipeluk dan dihibur adiknya dengan penuh kasih sayang sambil bertanya ada apa gerangan yang membuat hati adiknya begitu pilu dan sedih? Sadar bahwa abangnya begitu sayang kepadanya, Nantinjo akhirnya menceritakan segala penderitaannya dan menunjukkan luka dipunggungnya akibat siksaan yang kerap dilakukan abangnya Limbong Mulana kepadanya.

Tanpa sadar Lau Raja memanggil nama ibunya“Sibaso Bolon” sambil berujar “teganya kamu Ibu, membiarkan putri bungsumu mengalami penderitaan yang begitu berat dan tidak berkesudahan”. Sambil membelai adiknya, Lau Raja mengajak Natinjo pergi dari rumah Limbong Mulana dan ia berjanji akan menyayangi Natinjo. Mendengar ucapan dan janji abangnya, Nantinjo langsung mengikuti ajakan Lau Raja. Akhirnya Lau Raja membawa Nantinjo ke Simanindo Pulau Samosir tempatnya tinggal .Semenjak tinggal dengan Lau Raja. Nantinjo merasa senang, tenang dan bahagia. Nantinjo diberi kebebasan untuk melakukan kesenangannya bertenun walaupun abangnya miskin .

Hari lepas hari berganti, tak terasa Nantinjo sudah mulai berkembang menjadi gadis remaja yang anggun, cantik dan bersahaja. Kecantikan wajah dan sikap Nantinjo yang tidak pernah membedakan teman-temannya semakin menambah harum namanya terlebih dikalangan pemuda. Nantinjo menjadi gadis pujaan semua lelaki baik dikampungnya maupun dari kampung seberang danau toba. Seorang pemuda dari perkampungan (Huta) Silalahi sangat tertarik kepada Nantinjo dan ingin menjadikannya sebagai pendampingnya seumur hidup. Tanpa mengadakan pendekatan kepada Nantinjo, pemuda tersebut langsung meminta kedua orang tuanya untuk segera meminang Nantinjo. mendengar permintaan sang anak, orang tua pemuda tersebut sangat senang dan bangga ternyata putra mereka bemiat meminang bunga desa dari Simanindo.

Tanpa membuang banyak waktu, pihak keluarga tersebut akhirnya berangkat beserta rombongan ke rumah Lau Raja. Dengan maksud untuk meminang Nantinjo yang akan dijadikan istri dari putranya. Setelah mendengar dan mendapat pinangan tersebut, Lau Raja mengundang kedua abangnya Limbong Mulana dan Sagala Raja untuk mengadakan rapat keluarga, untuk menentukan apakah pinangan tersebut diterima atau tidak.

Ternyata, kedua abangnya mempunyai pendapat yang sama yaitu menerima pinangan tersebut. Namun Lau Raja berpendapat bahwa Nantinjo yang harus menentukan keputusan itu, diterima atau tidaknya lamaran tersebut. Kemudian mereka memanggil Nantinjo untuk hadir dalam rapat keluarga tersebut, dan mempertanyakan kepada Natinjo apakah ia bersedia menerima pinangan pihak laki-Iaki dari seberang danau toba itu? Sadar akan keberadaan dirinya yang laki-laki bukan perempuan juga bukan dengan spontan Nantinjo menjawab bahwa dirinya belum siap untuk berumah tangga. Dengan alasan Natinjo ingin menyelesaikan tenunannya terlebih dahulu agar dia bisa memakainya suatu saat nanti jika ia telah siap untuk berumah tangga.

Namun abangnya Limbong Mulana tidak memperdulikan jawaban Nantinjo dan tidak memberikan kesempatan kepada Nantinjo untuk menolak. Katanya “kamu harus menerima pinangan tersebut”. Mendengar paksaan dari abangnya itu tanpa sadar air mata Nantinjo menetes dipipi, dia berpikir tidak akan bisa melawan keinginan abangnya Limbong Mulana. Nantinjo melayangkan pandangan kepada abangnya Lau Raja dengan harapan dapat membela dirinya, namun Lau Raja pun tidak dapat membela adik yang sangat disayanginya itu karena dia sendiripun takut akan amarah abangnya Limbong Mulana. Melihat situasi seperti itu Nantinjo hanya dapat menangis dan menjerit meratapi nasibnya dalam hati.

Hanya Nantinjo sendiri yang tahu siapa dirinya yang sebenarnya. Ketiga abangnya tidak mengetahui bahwa Nantinjo tidak sempurna dilahirkan kedunia ini sebagai seorang wanita. Nantinjo menolak karena dia menyadari bahwa dia tidak akan dapat membahagiakan calon suaminya dikemudian hari. Nantinjo berusaha berpikir keras, alasan apalagikah yang tepat untuk dapat menolak lamaran tersebut.

Nantinjo terus berfikir, berusaha mencari alasan untuk menolak lamaran tersebut. Akhirnya dia mendapat ide dan mengatakan kepada abangnya: “Saya bersedia menerima pinangan dengan syarat pihak laki-laki itu harus dapat menyediakan emas satu perahu penuh serta uang ringgit satu perahu penuh” Mendengar persyaratan yang diberikan Nantinjo ternyata orang tua calon suaminya siap memenuhi permintaannya itu, bahkan calon mertuanya mengatakan lebih dari permintaanmu kami dapat kami penuhi.

Setelah kedua belah pihak sepakat, pihak lelaki kembali ke kampungnya diseberang Pulau Samosir. Keesokan harinya, pihak laki-laki itupun datang kembali beserta rombongan dengan membawa persyaratan yang diminta Nantinjo, yaitu emas satu perahu dan ringgit satu perahu.

Melihat emas satu perahu dan ringgit satu perahu keserakahan Limbong Mulana timbul, sikapnya langsung berubah lembut kepada Nantinjo. Dengan lembut Limbong Mulana mengatakan kepada adiknya “sekarang kamu tidak memiliki alasan lagi untuk menolak pinangan calon suamimu itu adikku, sebab calon mertuamu sudah memenuhi permintaanmu disaksikan ketiga abang­-abangmu serta khalayak ramai. Begitu tulusnya calon mertuamu menjadikan kamu sebagai menantu, dan sebagai abangmu yang tertua diantara kami, aku memutuskan bahwa kamu harus berangkat saat ini juga ikut dengan suamimu, Doa Restu dari kami abang-abangmu menyertai keberangkatanmu. Kami mendoakan kiranya Tuhan memberikan kebahagian lahir maupun batin kepada kamu” kata Limbong Maulana panjang lebar.

Dengan hati yang hancur Nantinjo menatap abangnya satu persatu sambil berkata kepada abangnya Lau Raja : “Jikalau memang saya harus berangkat untuk berumah tangga dengan calon suami saya yang bukan pilihan hati saya, tetapi dikarenakan godaan emas dan ringgit satu perahu, ternyata kalian tega memaksa saya untuk berumah tangga, bagiku tidak ada pilihan kecuali menerima namun permintaanku pada abang: ”Kumpulkanlah semua apa yang menjadi milikku termasuk alat yang selalu kupakai untuk bertenun. Bambu turak ini tempat benang tenunku tolong tanamkan di ujung desa ini, suatu saat nanti semua keturunan Bapak dan Ibuku akan melihat dan mengingat saya yang penuh dengan penderitaan.”

Lau Raja memenuhi permintaan adiknya dan berjanji akan melaksanakannya. Nantinjopun akhirnya menaiki perahu kesayangannya dan berangkat meninggalkan kampung itu mengikuti rombongan calon suaminya. Sambil mendayung perahu hati Nantinjo terus gusar. Dia tidak dapat membayangkan apa yang bakal terjadi setelah sampai dikampung calon suaminya nanti. Kegundahan dan kekalutan pikiran Nantinjo tidak menemukan jawaban, kemudian Nantinjo memohon dan berseru kepada ibunya Sibaso Bolon, “Bu, mengapa ini harus terjadi, seandainya dahulu ibu cerita kepada semua abangnya tentang keadaan Natinjo yang sebenarnya, mungkin ini tidak akan terjadi. lbulah yang bersalah serta Limbong Mulana yang tergoda dengan emas dan ringgit satu perahu”. Dengan hati yang sangat pilu Nantinjo bertanya kepada Ibunya, “masihkah lbu sayang pada putrimu ini? kalau lbubenar-benar masih sayang dengarkanlah jeritan hati putrimu ini yang pal­ing dalam. lbu! saya tidak mau berumah tangga sebab itu hanya akan membuat aib dikeluarga, Putrimu ini rela berkorban demi nama baik keturunan Bapak dan lbu di kemudian hari. Saya tahu ibu dapat berkomunikasi langsung dengan Yang Kuasa, Pintalah kepada Yang Kuasa agar saya lepas dari penderitaan ini dan persatukanlah saya dengan ibu”. Mendengar jeritan sang putri yang sangat memilukan hati, ibunya pun meminta kepada Yang Kuasa. Maka seketika itu juga turunlah hujan yang sangat lebat, angin dan badaipun datang menerjang perahu Nantinjo. Gemuruh ombak disertai halilintar turut menangis melihat penderitaan Nantinjo. Akhirnya perahu Nantinjopun tenggelam ditelan ombak danau toba. Nantinjo menemui ajalnya seketika itu juga. Ketiga abangnya yang menyaksikan hal itu merasa bersalah serta takut.

Bahkan setelah Limbong Mulana memeriksa emas dan ringgit satu perahu yang diberikan calon suami adiknya ternyata hanya diatasnya saja emas dan ringgit dibawahnya hanya gundukan pasir dan tanah. Penyesalan yang timbul selalu datang terlambat, apa mau dikata Nantinjo sudah tenggelam ke dasar danau toba.

Keesokan harinya disaat orang masih tertidur pulas Lau Raja pergi kepantai tempat perahu Nantinjo diberangkatkan dengan harapan dapat menemukan adiknya hidup maupun mati. Ditelusurinya sepanjang pantai namun tidak ditemukan jasad adiknya. Sambil menangis tersedu-sedu Lau Raja meminta dalam hatinya kepada Yang Kuasa agar jasad adik yang disayanginya dapat ditemukan.

Sayup-sayup Lau Raja mendengar bisikan: “Adikmu Nantinjo sudah saya bawa ketempat yang aman, sekarang dia bersama ibumu. Anakku hapuslah air matamu, dan lihatlah ketempat dimana perahu adikmu tenggelam, disitu kau akan melihat satu keajaiban dunia, perahu adikmu akan muncul kembali berupa pulau.“ Inilah sebagai pertanda bagi keturunanku di kemudian hari betapa tulus dan mulia pengorbanan adikmu, tidak pernah mau membuat saudaranya malu dan terhina dihadapan orang“.

Tiba-tiba Lau Raja tersadar dan melihat dimana perahu adiknya tenggelam, dengan rasa kaget dia melihat apa yang dibisikkan oleh ibunya.Timbulnya pulau itu membuat Lau raja merasa adiknya Nantinjo serasa hidup kembali, dan dia berjanji pada diri sendiri bahwa ia beserta seluruh keturunannya harus menjaga dan merawat serta menyayangi pulau itu, sebagaimana dia menyayangi adiknya.Lau Raja memberi nama pulau itu“PulauMalau”.

TURUNNYA ROH NANTINJO

Setelah Nantinjo tenang bersama ibunya disisi Yang Kuasa, pada suatu hari ibunya meminta Nantinjo untuk turun kebumi untuk melihat keturunan ibunya. Itulah pertama sekali Nantinjo menumpang ke tubuh orang (marhuta­ hula) di desa sagala. Pada saat itu ada seorang ibu, istri dari marga sagala sedang pendarahan dan Nantinjo menumpang ke tubuh orang yang kurang waras. Nantinjo meminta air untuk menyembuhkan si ibu namun orang-orang yang ada dirumah itu berserta keluarga si ibu tersebut mengatakan bagaimana kamu bisa membantu, kamu saja kurang waras, namun Nantinjo tetap meminta air, akhirnya mereka memberikan air yang diminta Nantinjo dan dia mengobati si ibu.

Betapa herannya orang yang ada dirumah itu karena si ibu dapat sembuh. Akhirnya mereka bertanya “siapa kamu sebenarnya, lalu Nantinjo menjawab: saya adalah namboru kalian Nantinjo” mereka menjawab Nantinjokan sudah tenggelam, tetapi Nantinjo menjawab bahwa Rohnyalah yang menumpang pada orang yang kurang waras tersebut serta mengatakan “Jikalau kalian butuh bantuan panggillah namaku, terlebih kalau di danau toba. Natinjo juga berpesan kepada mereka, kalau telur ayam kalian mengecil jangan kalian takut sebab akulah yang meminta, kalau padimu tertinggal disawah dan tidak dapat kamu panen akulah yang memintanya. Kemudian Nantinjo kembali lagi kesisi ibunya.

Melihat keturunannya (pomparan) semakin berantakan serta sering memanggil-manggil nama putrinya Akhirnya Ibunya Sibaso Bolon meminta Nantinjo kembali ke dunia untuk membantu keturunannya dan mengupayakan untuk mempersatukan kembali keturunan ibunya.

Sekarang Nantinjo dapat kita temui melalui nai Hotni yang ada di Cianjur untuk meminta pertolongan ataupun menggali sejarah Pomparan Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon. Sebelumnya nai Hotni juga tidak mengetahui kalau dirinya telah dipilih Nantinjo sebagai hasorangan (yang menggendong Nantinjo). Memang semenjak kecil telah terjadi keanehan yang selalu dibuat nai Hotni melalui Nantinjo. Pada usia empat tahun nai Hotni telah menyembuhkan seorang gadis yang sakit parah bahkan sudah divonis dokter tidak panjang umur. Saat ini gadis yang divonis harus meninggal itu masihlah hidup dan umurnya kira-kira 60 tahun kurang lebih. Dan gadis itu berada di daerah sidikalang, tepatnya di sumbul. Dan yang lebih aneh jikalau nai Hotni marah ataupun sedang kesal diwaktu kecil cukup diberikan sebuah jeruk purut, maka amarah dan kesalnya akan hilang, tidak seperti kebiasaan anak lainnya yang dapat dibujuk dengan permen atau mainan.

Nai Hotni adalah hasorangan namboru Nantinjo yang ke Lima. Yang pertama gadis yang kurang waras di desa sagala meskipun hanya sekejap,yang kedua sampai ke empat namboru memilih dari boru Limbong, boru sagala dan boru malau. Sebelum nai Hotni resmi menjadi hasorangan Nantinjo kehidupannya sangat menderita. Kalau kita mendengar ceritanya hampir mirip dengan penderitaan Nantinjo, semenjak merantau tahun 1994 ke pulau Jawa, tepatnya Jawa Barat kehidupan keluarga nai Hotni sangat menderita. Adapun tujuan mereka merantau untuk merubah nasib namun ternyata justru penderitaan yang datang silih berganti.

Pada saat itu nai Hotni dengan suaminya hidup dari berdagang. Agar dagangannya laris mereka mencoba meminta bantuan kepada orang pintar (Dukun), orang pintar tersebut mengatakan bahwa nai Hotni tidak perlu minta bantuan karena ada yang mengikutinya, nai Hotni pun menoleh dan menjawab tidak ada yang mengikuti saya! Sang dukun mengatakan bahwa dia diikuti wanita yang berjubah putih. Semakin penasaran nai Hotni lalu bertanya siapa? Namborumu jawab dukun itu, wong namboru saya masih hidup jawab Nai Hotni sang dukun tersebut menjawab, yang diatas, karena bingung Nai Hotnipun akhirnya pulang.

Suatu ketika, si Hotni demam lalu nai Hotni membawa anaknya ke dukun untuk minta diobati namun sang dukun tidak mau memberikan dengan alasan tidak mampu mengobati karena dihalang-halangi wanita berjubah putih. Sang dukun mengatakan hanya pakai air liur ibu saja anak ibu sehat, karena bingung dan bercampur kesal ia pun pun pulang kerumah. Sesampai dirumah sambil tiduran menjaga si Hotni, dia teringat apa yang dikatakan dukun tadi, lalu Nai Hotni mengusapkan liurnya kedahi putrinya, setelah diusapkan ternyata panas si Hotni benar-benar hilang.

Akhir tahun 1995 nai Hotni jatuh sakit, dokter sudah menyatakan tidak sanggup untuk menyembuhkan nai Hotni, suaminya sangat bingung mau dibawa kemana istri tercintanya? dibawa berobat sementara penghasilanpun sudah tidak ada, disaat sang suami sudah pasrah datanglah seorang ibu menganjurkan agar nai Hotni mengurus namboru yang selalu mengikutinya. Ibu itu juga mengatakan ia hanya dapat memberikan jeruk purut (anggir) ini untuk diminum. nai Hotnipun meminum jeruk purut tersebut dan kesehatannya pun mulai membaik.

Kemudian sang suami memutuskan untuk mengadakan gondang (gendang) dikampung, namun tidak mungkin dilakukan karena pada saat itu karena nai Hotni sedang hamil tua. Karena tidak jadi mengadakan gondang, kehidupan nai Hotni semakin runyam dan tersiksa. Akibat rasa sakit yang tidak tertahankan lagi akhirnya ama nihotni pun memutuskan untuk segera mengadakan gondang tahun 1997 di kampung. Setelah mengadakan gondang barulah datang Namboru Paraek Bunga-bunga setelah itu baru Namboru Nantinjo datang ke nai Hotni.

Memanggil namboru Nantinjo harus terlebih dahulu memanggil Namboru Paraek Bunga-bunga sebab kesucian Namboru Nantinjo lebih tinggi, tidak boleh Nai Hotni langsung memanggil Namboru Nantinjo. Inilah satu pertanda dimana namboru Nantinjo yang sebenarnya.

Pada tahun 1999 Namboru Nantinjo mengadakan gondang di Buhit pulau Samosir. Pada saat itu sesepuh dari marga Limbong tidak memberikan ijin dikarenakan tidak pernah ada yang dapat mengadakan gondang ditempat itu katanya! Lalu namboru menjawab, kenapa kamu melarang sayamembuat gondang di kampung saya sendiri? kalau yang lain bisa kamu larang, tetapi saya tidak boleh kamu larang! Akhirnya sesepuh limbong tidak dapatberbuat apa-apa gondang pun dilaksanakan. Gondang tersebut berjalan dengan lancar dan sejak saat itulah orang-orang yang membawakan nama Namboru Nantinjo mengadakan acara gondang dibuhit.

Satu tahun kemudian Namboru Nantinjo mengadakan gondang di Simanindo tepatnya tanggal 9 Juni 2000, untuk Patappehon Oppung Silau Raja kepada hasorangannya Nai Dianto boru Sidauruk Istri dare Ama Dianto Malau yang sekaligus menjaga Bulu Turak Namboru Nantinjo. Melalui hasorangan namboru Nantinjo nai Hotni boru sagala, acara patappehon oppung Silau Raja berjalan dengan lancar.

NAMBORU MENGADAKAN GONDANG DI TAMAN MINI INDONESIA INDAH

Untuk mempersatukan seluruh keluarga dari saudaranya laki-Iaki (ibotonya) namboru Nantinjo mengadakan Pesta Budaya Batak di Taman Mini Indonesia Indah (TMIl) pada tanggal 7 Oktober 2000. Seluruh keturunan (pomporan) ibotonya pada saat itu hadir dalam acara tersebut. Pada kesempatan itu namboru Nantinjo menceritakan riwayat hidupnya, serta memperagakan bagaimana dia tenggelam di danau toba. Seluruh keturunan ibotonya itu sangat antusias ingin mengetahui sejarah yang sebenarnya.

Namboru Nantinjo selalu menjawab apa yang dinginkan keturunan ibotonya. Pada saat acara berlangsung terjadi keajaiban yang luar biasa, turunnya hujan yang sangat deras disertai angin yang sangat kencang. Ternyata penguasa alam gaib datang bertanya kepada Nantinjo siapa kamu berani-berani membuat acara ditempat saya? Nantinjo menjawab, saya keturunan Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon. Abang saya Raja Uti, Saribu Raja,Limbong Mulana dan Sagala Raja. lalu Nantinjo balik bertanya, siapa gerangan penguasa alam gaib yang datang? Yang ditanya hanya diam seribu bahasa. Namun dia menangis sepertinya ikut merasakan kepedihan hati Nantinjo. Karena tidak ada jawaban dari penguasa alam gaib tersebut, Nantinjo akhirnya berkata: “siapapun kamu yang datang ini, saya mohon jangan ganggu acara yang sedang saya lakukan, dan saya harap kamu bersedia membantu saya mengembalikan pulau malau yang telah diambil oleh orang lain”. Penguasa alam gaib itu tetap diam namun tidak bergeming dari tempatnya, acarapun dilanjutkan kembali.

Ketika sedang asik menari (manortor) tiba-tiba namboru Nantinjo mendadak datang dan bercerita kembali sambil bertanya kepada keturunan ibotonya, apakah mereka mau membantu dia untuk mengembalikan pulau malau? serempak keturunan ibotonya menyanggupi permintaan Nantinjo. Setelah semua keturunan ibotonya menyanggupi permintaan Nantinjo ditentukanlah kapan dan bagaimana cara pengembalian pulau malau. Setelah berunding, ditentukanlah siapa yang ditunjuk sebagai perwakilan untuk menemui keluarga sidauruk, dan selanjutnya akan diadakan gondang di pulau Malau setelah urusan dengan Marga Sidauruk selesai.

Utusan yang sudah ditentukan berangkat menuju rumah Sidauruk tanggal 02 Pebruari 2002 untuk membicarakan surat-surat pulau Malau,namun pihak Sidauruk meminta agar mereka membawa perwakilan malau yang ada di Simanindo dua atau tiga orang, jikalau sudah ada, maka utusan Malau dari simanindo pihak sidauruk akan memberikan surat-surat pulau Malau.

Utusan yang dikirim meminta ijin kepada pihak Sidauruk untuk mengadakan gondang di pulau malau, dan hal itupun disetujui. Sambil menunggu Malau dari simanindo dapat diundang untuk dapat bertemu dengan pihak sidauruk.

MENGEMBALIKAN PULAU MALAU

Setelah ada ijin dari pihak Sidauruk maka pada Tanggal 28-30 Juni 2001 diadakanlah gondang dipulau malau sebagai tanda bahwa pulau malau telah kembali sekaligus mempersatukan keturunan orang tuanya Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon. Semua keturunan iboto Nantinjo hadir dalam acara tersebut, bahkan hadir hasorangan yang jumlahnya delapan belas orang yang membawakan nama Nantinjo datang pada saat itu.

Ketika acara sudah dimulai hasorangan yang membawakan Nantinjo mulai kesurupan satu-persatu, namun namboru Nantinjo yang sebenarnya belum datang. Diperkirakan ia sedang memantau apa saja yang dikatakan oleh orang­-orang yang mengaku sebagai hasorangannya, karena jikalau benar sebagai hasorangan, Nantinjo harus tau apa yang dikatakan serta apa yang harus diperbuat dalam acara tersebut. Begitu hebatnya perdebatan yang terjadi pada saat itu antara yang mengaku hasorangan Nantinjo dengan keturunan iboto Nantinjo, akhirnya Nantinjo datang melalui nai Hotni. Ia mengumpulkan orang­-orang yang mengaku sebagai hasorangan Nantinjo, dia mengatakan “bahwa mereka adalah sebahagian yang membawa tas (hajut) serta pengawal Nantinjo. kemudian Nantinjo meminta mereka semua menangis di hadapan yang hadir di acara tersebut.

Semua yang mengaku hasorangan Nantinjopun menangis, lalu Nantinjo menyuruh panuturinya (penterjemah) ama nihotni untuk mempersiapkan napuran (debban) untuk dibagi-bagikan kepada mereka sebagai upah. Tanpa sepengetahuan keturunan ibotonya, Nantinjo melakukan semua itu kepada orang-orang yang mengaku hasorangannya dengan tujuan supaya keturunan ibotonya itu mengetahui siapa sebenarnya yang dipilihnya menjadi hasorangannya dan sebagai tambahan yang sangat renting. Untuk menambah pengetahuan para pembaca bahwa tikar tempat duduk namboru Nantinjo harus tiga lapis yang mempunyai arti bahwa namboru Nantinjo sudah menjalani Banua Toru (tenggelam didanau toba) Banua Tonga (semasa hidupnya) dan Banua Gijang (menghadap Yang Kuasa).

Tujuan mulia yang dilakukan Nantinjo kepada keturunan ibotonya, ternyata disalahartikan oleh keturunan ibotonya. Pulau malau yang seharusnya sudah kembali kepada si pemilik menjadi permasalahan kembali karena pihak sidauruk tidak mau lagi memberikan surat-surat pulau malau karena keturunan iboto Nantinjo. bahkan kabarnya sebahagian pihak malau saat ini berusaha agar hasorangan namboru nantinjo harus boru malau.

Berbagai cara dilakukan malau yang ada di simanindo untuk menggagalkan kembalinya pulau malau, yang seharusnya sesuai dengan janji atau sumpah kakeknya ketika melihat pulau malau pertama kali harus mereka laksanakan. Kita saja kalau makam orang tua kita diserobot orang kita pastilah marah. Mengapa pulau malau sebagai pertanda dari leluhur kita tidak kita rawat sebaik mungkin, malah saat ini justru orang lain yang memilikinya. Tidak tertutup kemungkinan hal ini yang membuat keturunan Oppu Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon semakin susah hidupnya. Pernahkah kita menyadari hal ini. Hal ini juga yang membuat namboru Nantinjo setengah hati untuk membantu keturunan dari ibotonya karena Nantinjo merasa sedih kita keturunan ibotonya membiarkan sibuk-sibuk (daging) namboru kita dikuasai orang lain.

Tidak tertutup kemungkinan semakin menderita kehidupan masyarakat Batak disekitar Danau Toba serta pulau samosir saat ini disebabkan Pulau malau dikuasai marga Sidauruk serta kurangnya perhormatan yang kita lakukan terhadap leluhur. Coba kita kilas balik ke belakang, zaman Nahum Situmorang almarhum, beliau sampai berani menciptakan lagu pulau Samosir yang terkenal dengan kacangnya serta padinya, Tao Toba, Parapat sebagai Kota turis. Sekarang apa yang kita lihat tidak ada perkembangan bahkan dapat kita katakan lagu-Iagu ciptaan Bang Nahum Situmorang untuk saat ini tidak berlaku lagi melihat kondisi pulau samosir dan Danau Toba, coba kita renungkan dan kita benahi.

Pesta Mempersatukan Keturunan Ompu Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon Mangkaroani Air Batu Sawan Ompu Raja Uti

Tanggal 17-18-19 Juni 2002

Pada Tanggal 17-19 Juni 2002 namboru Nantinjo mengadakan gondang selama tiga hari-tiga malam untuk mempersatukan keturunan abangnya didesaParik Sabungan Limbong Sianjur Mula-mula. Sesuai dengan adat yang telah berlaku. Undangan yang telah disebarkan kepada keturunan Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon dengan Pemerintah setempat Bupati, Camat, Kepala Desa serta Raja Adat turut menghadiri acara tersebut.

Dalam acara tersebut keturunan Ompu Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon memberikan kenang-kenangan berupa Ulos Batak kepada robongan Bupatibeserta jajarannya serta memberikan buku sejarah Nyi Roro Kidul yang menceritakan bahwa dia adalah Putri sulung dari Raja Batak, Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon yang bernama Biding Laut. Selanjutnya Bupati memberikan bantuan sebagai tanda turut berpartisipasi. Pada malam harinya yang hadir meminta kepada nai Hotni boru Sagala untuk memanggil namboru Nantinjo untuk bercerita kepada keturunan abangnya.

Setelah acara ritual dilaksanakan namboru Nantinjo datang dan bercerita bahwa abangnya Saribu Raja dan Lau Raja telah kembali ke kampung halamannya karena keturunannya telah bersatu hati. Katanya “ Ia sangat bahagia melihat abangnya telah melihat kalian telah bersatu”. Keturunan abangnya pun mengucapkan terima kasih kepada namboru meminta kepada Oppung agar memberkati kami keturunannya.

Keesokannya, dipagi hari, tanpa sepengetahuan seorangpun melalui hasorangannya A. Raja Limbong dari sidikkalang Oppu Raja Uti datang dan menceritakan kegembiraan serta kebahagiannya melihat keturunannya telah bersatu.

KEMBALINYA KANJENG RATU NYI RORO KIDUL - BIDING LAUT

Setelah begitu lama menjadi penguasa pantai selatan akhirnya Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul diketahui dari mana asal muasalnya. Ternyata Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul adalah Biding Laut Putri Stilting dari Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon, hilangnya Biding Laut begini ceritanya;

Ketika terjadi skandal cinta antara Saribu Raja dengan Boru Pareme kedua adeknya Limbong Mulana dan Sagala Raja bersekutu untuk membunuh Saribu Raja karena dianggap telah membuat aib keluarga, kemudian Lau Raja segera memberitahukan serta menyuruh Saribu Raja agar pergi dari kampung halamannya. Mendengar berita dari adeknya bahwa Saribu Raja pergi meninggalkan kampung halamannya sedangkan Boru pareme bersembunyi ke hutan.

Sebelum berangkat Saribu Raja berpesan pada kakaknya Biding Laut agar menjaga dan membina adik-adik mereka semua. Katanya “seharusnya saya yang bertanggung jawab kak, untuk menjaga dan membina adek-adek kita tapi saya telah gagal dan akan pergi meninggalkan kampung halaman kita. Kakak tidak perlu mencari saya, permintaan saya kakak menjaga, memelihara, mengayomi adek-adek kita serta menjaga keutuhan nama besar keluarga kita”.

Dengan berlinang airmata Biding Laut bertanya, adikku kemana gerangan kamu pergi? kamu adikku juga, saya yang seharusnya menjaga kamu dari segala bahaya, apalagi yang berniat membunuhmu adalah adik kita, kamu tidak perlu takut, tinggallah disini, kita selesaikan permasalahanmu secara kekeluargaan. Namun tekad dan pendirian Saribu Raja sudah bulat untuk pergi.

Dia berpesan kepada Biding Laut dia akan ke Barat dan tidak perlu mencarinya. Sebagai anak sulung Biding Laut berpikir harus mencari adiknya dan mempersatukan kembali adik-adiknya. Biding Laut bertekad harus menemukan Saribu Raja agar terhindar dari pembunuhan adiknya. Biding Laut mengambil keputusan berangkat mencari adiknya Saribu Raja ke arah Barat. Pencarianpun mulai dilakukan Biding Laut sesuai yang dikatakan adiknya bahwa dia berangkat ke arah Barat. Biding Laut pun menelusuri jalan kearah Barat, karena sangat sayang terhadap adiknya, Biding Laut tidak mengenal siang dan malam bahkan terhadap hujan dan panas serta teriknya matahari tetap dilaluluinya. Meski telah menyusuri lembah, menyeberangi sungai, mendaki gunung namun Biding Laut tidak menemukan adiknya. Dalam benaknya dia bertanya apakah adiknya masih hidup atau adiknya sengaja membohingi dirinya dengan mengatakan dia pergi ke Barat padahal ke Timur!

Tanpa sadar Biding Laut sampai di sebuah desa ditepi pantai tempat sandar nelayan penangkap ikan, dengan penuh harapan dia bertanya pada seorang nelayan apakah pernah melihat seorang asing lewat atau tinggal di desa itu. Setiap orang yang ditanya Biding Laut selalu menjawab bahwa mereka tidak pernah ada yang melihat adiknya.

Dengan perasaan kesal dan kecewa memikirkan sang adik akhirnya Biding Laut beristirahat ditepi pantai untuk melepas rasa penat dan lelah. Dari pinggir pantai Biding Laut melihat sebuah pulau timbul pikirannya jangan ­jangan adikku bersembunyi disana, lalu dia bertanya kepada seorang nelayan, pak nama pulau itu apa? Sang nelayan menjawab, pulau mursala, lalu Biding Laut meminta pak nelayan untuk mengantarnya ke pulau tersebut. Setelah sampai dipulau itu, dia mencari disetiap pelosok pulau namun tidak menemukan adiknya Saribu Raja, biding laut berteriak-teriak memanggil nama adiknya dipulau itu namun tidak ada jawaban.

Sambil merenungkan kira-kira kemana lagi dia harus mencari adiknya, Biding Laut bersandar pada sebuah pohon sambil menikmati sejuknya anginyang berhembus membuat rasa kantuk tidak tertahankan tanpa sadar dia tertidur. Tanpa sepengetahuan Biding Laut ternyata dari seberang, ada seorang pemuda yang membuntutinya, pemuda itu kagum melihat keberanian Biding Laut dan kelembutan serta wajahnya yang cantik. Timbullah hasrat si pemuda itu untuk mendapatkan Biding Laut. Pemuda itu menghampiri Biding Laut yang tertidur pulas serta membangunkannya, pemuda itu menawarkan jasa untuk mengantarkan Biding Laut keseberang. Sambil berjalan Biding Laut bertanya kepada pemuda itu apakah pernah bertemu atau melihat orang asing karena saya sedang mencari adik saya Saribu Raja. Mengapa kamu mencari orang yang tidak tahu dimana dia berada kepada saya kata pemuda itu. Saya tidak pernah melihat ataupun mendengar Saribu Raja adikmu dan kalaupun saya pernah melihat atau mendengar saya tidak akan memberitahukannya sebab kamu anggun dan cantik jadi kamu lebih pantas menjadi istri saya, kata pemuda itu merayu. Mendengar jawaban pemuda itu Biding Laut naik pitam dan mengusir pemuda itu. Pemuda itupun pulang ke desanya dengan membawa dendam dihati.

Keesokan harinya pemuda itu memberitahukan kepada temannya bahwa ia ditantang dan dipermalukan oleh seorang gadis yang cantik dan sakti. Mendengar pengaduan pemuda itu teman-temannya marah serta mengajak pemuda itu menunjukkan dimana tempatnya dan berangkatlah mereka ke pulau mursala. Tanpa banyak tanya, anak-anak muda tersebut mengeroyok Biding Laut yang sedang santai menikmati segarnya udara pagi. Tangan dan kakinya diikat, ditelanjangi lalu diperkosa secara bergantian sampai Biding Laut tidak sadarkan diri lalu dibunuh dan mayatnya dibuang ke laut. Dia pasrah bahwa kematian akan datang, jasadnya boleh mati tetapi Roh kesaktiannya harus tetap hidup, sebab tugas belum terlaksana adiknya Saribu Raja harus ditemukan dimanapun dia berada.

Setelah lama mencari kakaknya yang hilang akhirnya Nantinjo mengetahui dimana keberadaan sang kakak lalu Nantinjo mengajak sorangannya nai Hotni dan panuturi beserta rombongan untuk menemui penguasa alam gaib ke pangandaran. Sesampai dipangandaran Nantinjo berbincang-bincang dengan Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul sebagai penguasa alam gaib adapun hasil perbincangan mereka ( Nan = Nantinjo, Nyi = Nyi Roro Kidul).

Nan ; Terimakasih saya ucapkan atas kesediaanmu menerima saya sebagai tamu, meskipun saya belum tahu siapa kamu yang sebenarnya tapi kamu telah membantu saya dua kali dalam tugas saya. Sekarang saya ingin mengetahui siapakah kamu sebenarnya? Siapa nama saudara kamu yang hilang?

Nyi ; Terima kasih atas kujungan kamu, kita memang sudah dua kali bertemu dan dengan ikhlas saya membantu sesuai dengan permintaanmu. Sayalah penguasa diseluruh pantai selatan, nama saya Nyi Roro Kidul. Kalau kamu bersedia membantu saya mencari dan mempertemukan dengan adikku Saribu Raja, Saya sangat berterima kasih katanya sambil menangis karena mengingat adiknya yang belum ditemukannya.

Nan ; Kalau demikian kamu adalah kakakku biding laut yang juga tidak diketahui dimana keberadaannya, hilang pada saat mencari abang Saribu Raja, saya adalah adikmu nantinjo yang paling bungsu dari sepuluh kita bersaudara. Tolong kamu ingat dulu barang kali kakak lupa akan masa kecil kita, Saribu Raja yang kakak cari abang saya juga,

Mendengar keterangan Nantinjo, Biding Lautpun memeluk adiknya sambil menangis melepas kerinduan yang sangat dalam, dan Nantinjo berjanjiakan berusaha secepatnya mempertemukan mereka.

Nyi ; Nama kecil saya memang Biding Laut namun saya sendiri sudah lupa bagaimana ceritanya sehingga disini saya disembah dan disebut Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul. Kalian boleh menyebut nama saya Biding Laut jikalau saya sudah menemukan adik saya Saribu Raja. Ini sudah merupakan janji terhadap diri saya karena saya merasa hanya Saribu Rajalah saudaraku, karena dialah saya jadi begini.

Setelah Nantinjo mempertemukan Biding Laut dengan Saribu Raja, Nantinjopun mengajak Biding Laut kembali ke keluarga namun Biding Laut meminta kepada nantinjo bahwa ia harus dijemput dari tempatnya di Parangtritis Yogyakarta. Dan yang terpenting, keturunan adiknya Saribu Raja yang harus menjemputnya. Permintaan Biding Laut disanggupi, lalu Namboru Nantinjo mengumpulkan satu team untuk menjemput Namboru Biding Laut ke Parangtritis, satu minggu sebelum berangkat Namboru Nantinjo memberikan pengarahan kepada team dan berpesan agar tidak menganggap enteng pekerjaan tersebut. Karena pekerjaan ini sangat berat mengingat banyaknya pengikut namboru Biding Laut yang tidak mau melepaskan dia kembali ke Raja Batak.

Pada Tanggal 1 Maret 2004 team dikumpulkan Namboru Nantinjo dirumah hasorangannya di cianjur. Sebelum berangkat, namboru memberikan nasehat serta menekankan untuk berhati-hati dan jangan anggap remeh, namboru juga meminta Oppung Raja Gumeleng-Geleng membantu. Oppung menyarankan kepada namboru agar memberikan sebutir telur kepada setiap orang yang ikut dalam team. Malam itu pun Oppung langsung menuju ke Parangtritis untuk mengamankan perjalanan team. Malam jam 20.00 WIB rombongan team dengan tiga mobil kijang berangkat menuju parangtritis bersama nai Hotni serta namboru Nantinjo.

Keesokan harinya team sampai di parangtritis dan langsung menuju pantai. Disana team mencoba melepas lelah sambil bermain di pantai, setelah lama mencari, team bertanya kepada penduduk kampung dimana tempat bersemanyamnya Nyi Roro Kidul. Tanya punya Tanya akhirnya team menemukan jalan menuju ketempat Namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut. Melihat jalan yang begitu sukar dilalui mobil, team tersebut sempat ragu namun nai Hotni mengatakan bahwa dia sudah pernah bermimpi bahwa tempat namboru Biding Laut adanya di gua dibawah bukit. Walaupun amat sukarnya jalan yang harus dilalui, team bersepakat untuk melanjutkan perjalanan sampai mereka dapat menemukan tempat namboru Kanjeng Ratu Nyi RoroKidul Biding Laut dan membawanya pulang kembali.

Sesampai dipuncak bukit team menemukan beberapa rumah, dan ternyata kendaraan hanya boleh sampai dikampung tersebut. Team bertanya kepada orang yang ada disekitar kampung ternyata adanya tempat yang mereka cari berada dikaki bukit tersebut. Sebagai penunjuk jalan team minta tolong kepada orang kampung untuk mengantarkan mereka ke kaki bukit. Pada waktu akan menuruni lembah, sebahagian team merasa kecut mengingat terjalnya jalan yangharus ditempuh. Ternyata sebelum turun ada “tempat permisi” disiapkan namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut. Kemudian team mengusulkan agar nai Hotni beserta team agar meminta pertolongan kepadanamboru dan Oppung. Setelah selesai team berembuk serta saling mengingatkan satu sama lain jikalau ada yang merasa tidak mampu menuruni lembah agartidak memaksakan diri untuk ikut. Ada tiga orang yang tidak ikut dan menunggu diatas karena mereka merasa tidak akan mampu menempuh jalan tersebut. Kemudian team yang tersisa mulai menuruni lembah dengan sangat hati-hati karena curamnya jalan menuju ketempat namboru. Waktu yang ditempuh tersebut untuk menuju kebawah ternyata memakan waktu lebih dari satu jam.

Sesampai dibawah, team merasa kaget dan kagum melihat indahnya tempat namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut. Sipenunjuk jalan kemudian memperkenalkan team dengan kuncen yang ada disana. Setelah beristirahat sejenak, team lalu mengajak kuncen menuju gua tempat namboru.Sebelum masuk sang kuncen mengingatkan agar team berhati-hati, dan ternyata memang jalan kedalam menuju gua tersebut harus merunduk sebab banyak bebatuan yang menonjol. Jika tidak berhati-hati kepala bisa bonyok terantuk batu. Maklumlah yang ada hanya lilin dan senter seadaya yang dapat dijadikan sebagai penerangan, sementara gua tempat namboru sangat gelap. Suasana didalam gua sangat hening. Team sangat terharu manakala dapat menemukan tempat namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut.

Setelah membakar kemenyan kuncen mulai berdoa dan menyarankan agar team berdoa menurut keyakinan masing-masing. Team juga diingatkan jangan lupa meminta apa yang dikehendaki mereka, kemudian masing-masing mereka berdoa. Selesai berdoa nai Hotni sudah mulai gelisah ketika akan naik ketempat orang meletakkan kembang. Kemudian nai Hotni meminta selendang namboru dari ama nihotni. Tidak lama kemudian namboru biding laut datang dengan menumpang ke tubuh nai Hotni namboru mengucapkan “Horas Pomparanku” yang membuat semua team menjadi menangis, lalu namboru bercerita betapa menderitanya dia dahulu. Inilah tempatku mencari ilmu ujar namboru kepada team kemudian namboru meminta team untuk mendekat kepadanya, satu persatu team diusap dengan air serta kembang yang ada disana. Namboru juga membagikan kembang dari air yang ada. Melihat kejadian tersebut sang kuncen pun bingung, team bertanya kepada sang kuncen apakah itu benar Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul? sang kuncen menjawab ya itu Ibu Ratu.

Setelah selesai acara didalam gua namboru pamit dan berjanji akan melanjutkan pembicaraan kembali diluar gua. Team beserta kuncen keluar dari dalam gua, team tidak dapat menggambarkan rasa bahagia yang bercampur haru saat keluar dari gua.

Team beristirahat kurang lebih satu jam untuk kemudian melanjutkan tugas kembali memanggil namboru Nantinjo diluar gua. Nai Hotni merasa cemas dengan orang yang sedang bertapa ditempat namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut, takut-takut mereka tidak dapat menerima kehadiran team. Team menganjurkan agar nai Hotni tenang dan berusaha kembali untuk memanggil namboru Nantinjo. Nai hotnipun memanggil namboru nantinjo lalu team mengucapkan terima kasih terlebih dahulu kepada namboru sambil bersenda gurau. Team juga meminta kepada namboru Nantinjo untuk memanggil kembali namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut sebab pembicaraan didalam gua belum selesai.

Kemudian namboru Nantinjo memanggil namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut, setelah namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut datang, namboru berbicara dengan bahasa batak dan kemudian mereka berbincang-bincang dengan namboru. namboru meminta mereka agar mengumpulkan keturunannya yang ada disana, team pun memanggil orang­orang yang ada disekitar itu untuk berkumpul, dan yang anehnya namboru duduk diatas tapi kalu berbicara dengan team namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut duduk ditikar namboru Nantinjo. Puas sudah perasaan team untuk berbincang-bincang, akhirnya mereka meminta namboru ikut bersama team kembali ke Raja Batak. Namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut menyetujui permintaan team lalu namboru mengingatkan, karena ternyata team sampai tidak menyadari bahwa hari mulai gelap.

Menyadari kalau sudah malam dan tidak memungkinkan lagi untuk naik keatas kemudian team mengucapkan terima kasih dan meminta bantuan kepada namboru agar dilindungi dalam perjalanan pulang. namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut pun pergi, tinggallah team bersama namboru Nantinjo. Setelah berbincang dengan namboru team pamit kepada kuncen serta orang yang sedang bertapa ditempat namboru, mereka mengucapkan terima kasih kepada team karena mereka dapat bertemu dengan Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut. Setelah istrahat untuk melepaskan lelah, malam itu juga rombongan team kembali ke cianjur.

Tiba di cianjur team memanggil namboru Nantinjo dan mengucapkan terima kasih karena team telah selamat melaksanakan misi menjemput namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut mulai dari berangkat sampai kembali ke rumah nai hotni. Lalu team bertanya pada namboru Nantinjo apakah namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut akan ikut juga beserta rombongan pulang, namboru Nantinjo menjawab ikut. Team bertanya kepada namboru Nantinjo langkah apa yang harus dilakukan team selanjutnya? lalu namboru menyarankan bahwa mereka harus memberikan namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut ulos sibolang, ikan batak (Ihan) serta nasi tumpeng, yaitu mengadakan ritual yang sering kalian lakukan terhadap saya ujar namboru dan harus hal itu haruslah dihadiri semua perwakilan keturunan ibotonya. Team meminta namboru untuk memanggil namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut kembali, setelah namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut datang, saat itu mereka berbincang dengan bahasa batak. Team mengucapkan terima kasih karena perjalanan team sukses serta selamat sampai kembali ke cianjur, team juga sangat berterima kasih karena namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut mau kembali ke Si Raja Batak.

Namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut mengatakan begitulah dulu susahnya namborumu ini dan kalian harus mengalami sebahagian yang saya alami. Setelah puas ngobrol dengan namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut, namboru Nantinjo datang lagi? dan saat itu team bertanya kapan harus dilaksanakan upacara ritual kepada namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut sebagai tanda bahwa namboru itu telah kembali ke Raja Batak?, kapan waktu kalian bisa ujar namboru? diakhir pertemuan namboru Nantinjo mengingatkan team untuk menyayangi namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut seperti halnya menyayangi saya serta jangan lupa ceritakan ini kepada semua orang. Akhirnya teampun berunding malam itu kapan dilaksanakan upacara ritual kepada namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul

Biding Laut lalu team sepakat untuk mengadakan upacara ritual kepada namboru Tanggal 4 Mei 2004, pada tanggal tersebut sesuai kesepakatan diadakan upacara ritual kepada namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut sebagi tanda namboru itu kembali ke Keturunan Raja Batak. Setelah keperluan untuk ritual sudah lengkap keturunan iboto namboru Nantinjo dan Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut menyarankan agar memanggil namboru Nantinjo terlebih dahulu untuk mempertanyakan bagaimana cara menyampaikan ulos serta makanan yang telah tersedia kepada namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut. Namborupun memberikan petunjuk kepada seluruh keturunan ibotonya, setelah itu namboru pergi. Setengah jam setelah namboru pergi nai Hotni sepertinya kesurupan, yang hadir pada saat itu kaget karena tidak tahu apa yang terjadi, namun panuturi (penterjemah) ama nihotni mengatakan bahwa namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut akan datang.

Pada saat itu barulah mereka semua mengerti, namun tingkah nai Hotni semakin aneh dan akhirnya namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut datang. Satu persatu keturunan ibotonya mengucapkan sepatah dua kata kepada namboru sebagai perwakilan serta mengucapkan terima kasih atas bersedianya namboru kembali ke Si Raja Batak. Setelah selesai, keturunan ibotonya menyerahkan pakaian kebesaran namboru serta selendang dan dilanjutkandengan memberikan namboru makan ihan.

Awalnya namboru tidak mau, bahkan namboru bercanda apa ini? dalam bahasa sunda. Semua yang hadir menjawab makanan khas batak namboru. Bagaimana caranya makan ini? Kemudian namboru pun memakannya sedikit. Mereka yang hadirpun sampai lupa meletakkan nasi tumpeng di hadapan namboru. Setelah diletakkan didepan namboru, dengan bercanda namboru mengatakan nah ini baru makanan saya. Semua yang hadir tersenyum simpul melihat tingkah namboru. Ya wajar saja namboru melakukan hal tersebut karena baru pertama kali bertemu dengan keturunan ibotonya.

Namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut bercerita pahit getirnya perjalanan hidupnya sampai menemui ajal serta menjadi Roh. Roh namboru juga telah pernah pulang ke kampung halaman namun betapa kecewanya namboru sebab namboru sudah tidak diakui bahkan yang tertua keturunan Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon sudah menjadi Boru Pareme. Akhirnya namboru kembali lagi keperantaun. Kemudian namboru bertanya kepada yang hadir apakah mereka bersedia untuk memperbaiki hal tersebut? Semua keturunan ibotonya menyanggupi.

Kemudian keturunan ibotonya bertanya apalagi yang harus dilaksanakan selanjutnya setelah namboru kembali? Namboru menjawab, “sayangi saya dan rawat sebagai namborumu dan namboru meminta kalau keturunan ibotonya bersedia untuk mengadakan gondang sebab saya ingin menari” canda namboru. Keturunan ibotonya bertanya kapan itu harus dilaksanakan? Kapan waktunya dilaksanakan terserah kalian, yang penting kalian bersedia. Selanjunya kalian tanya saja sama adikku Nantinjo. Baiklah namboru kata mereka semua. Jikalau begitu nanti kami akan rundingkan dengan namboru Nantinjo jawab keturunan ibotonya. Sebelum namboru pulang namboru berpesan agar semua yang hadir menceritakan ke khalayak ramai bahwa Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut adalah Boru Si Raja Batak, lalu namboru pulang.

Kemudian namboru Nantinjo datang dan bertanya bagaimana anak ni ibotoku (keturunan abangku) apa kata kakak saya? lalu seorang utusan mengucapkan terima kasih atas perjuangan namboru Nantinjo untuk mengembalikan namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut serta memberikan kenang-kenangan atas usaha namboru berupa pakaian kebesaran beserta sebuah ulos sibolang, sama dengan yang diberikan kepada namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut. Bahkan ada salah seorang keturunanibotonya memberikan saputangan kepada namboru. Namboru juga mengucapkan terima kasih kepada semua yang hadir atas perhatian serta kasih sayangnyaterhadap namboru. Kemudian bagaimana tadi pembicaraan kalian dengan kakakku? yang hadir menjawab bahwa namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut sangat senang dan namboru meminta kalau boleh keturunan ibotonya harus mengadakan gondang untuk namboru Kanjeng Ratu Nyi RoroKidul Biding Laut.

Selanjutnya kami diminta berunding dengan namboru, kami hanya tinggal menunggu petunjuk dari namboru kapan akan dilaksanakan gondang tersebut.Kalau begitu saya tanya dulu kakak saya, setelah itu baru kita bahas kembali mengenai hal itu jawab namboru. Setelah itu namboru pulang. Team yang dulunya diutus namboru Nantinjo untuk menjemput namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding laut dipanggil namboru untuk mengabarkan keinginan namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut. Keinginan kakakku sebenarnya acara gondang itu dilaksanakan secepatnya tapi saya meminta kepada kakakku tiga atau empat bulan lagi dikarenakan adanya pekerjaan saya yang sangat berat kata namboru. Namborupun bertanya apakah kalian siap untuk mengadakan gondang tiga empat bulan lagi? Ya akan kami berusaha semaksimal mungkin namboru, jawab team. Dan mereka juga meminta agar kiranya namboru juga membantu agar gondang tersebut dapat terlaksana.

Tanggal 14 Juli 2004 namboru Nantinjo mengundang team dan namboru mengeluarkan uneg-uneg yang ada dalam hatinya. Pada saat itu namboru berkeluh kesah tentang Pulau Malau, apakah kalian (team) tidak dapat membantu saya untuk mengembalikan pulau malau? sebab saya melihat ada sekelompok malau yang mau mencoba mengembalikan pulau malau tanpa saya. Kemudian team menjawab, namborukan dapat menghalangi mereka dengan kesaktiannamboru. Namboru mengatakan bahwa sudah selama tiga tahun namboru menghalang-halangi rencana kelompok tersebut sampai kapan aku menghalangi?

Bahkan saya telah membuat kehidupan mereka semerawut (ruddut) tetapi tetap saja mereka tidak sadar. Mendengar itu team merasa bingung juga, team melihat ada rasa iba terhadap kelompok tersebut, sepertinya namboru menginginkan agar team berusaha meloby kelompok tersebut untuk tidak memaksakan kehendak mereka. Keinginan namboru jikalau niat mereka baik, kenapa dia tidak diajak sebagai pemilik pulau malau. Team pun berjanji kepada namboru akan berusaha semampunya untuk membantu namboru mengembalikan pulau malau sesuai petunjuk namboru. Team juga bertanya kapan akan dilaksanakan pengembalian pulau malau? namboru menjawab nanti saya beritahukan, saya akan memanggil kalian lagi kalau waktunya sudah tepat. Kemudian team bertanya kira-kira permintaan namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut membuat gondang (margondang) kapan namboru menjawab kira-kira tiga atau empat bulan lagi usai itu namboru pulang.

Team mengambil kesimpulan sebelum kembali pulau malau namboru tidak akan pernah tenang. Bahkan siapapun yang berusaha menghalangi ketulusan hati namboru meskipun itu keturunan abangnya akan diberikan ganjaran. Untuk itu team mengajak seluruh pembaca keturunan Oppung Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon untuk mendukung seluruh rencana mulia namboru, mengingat masih banyak rencana namboru seperti:

  1. Margondang tiga atau empat bulan lagi merayakan kembalinya namboru Biding Laut
  2. MengembalikanPulauMalau
  3. Membangun sopo sebagai pertanda di Parik Sabungan
  4. Mempersatukan semua keturunan Oppung Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon

Akhir kata team mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang turut membantu secara moril maupun materil guna terwujudnya pembuatan buku ini. Team menghimbau dan mengajak seluruh pembaca ataupun keturunan Guru Tatea Bulan/SiBaso Bolon untuk menjaga nilai-nilai sejarah serta menghormati leluhur.

Semoga buku ini bermanfaat bagi kita semua beserta keturunan kita dikemudian hari. Kpada Pembaca yang terhormat, bila ingin mengetahui lebih dalam dan lebih jelasnya cerita ini, karena kami paham pastilah banyak kekurangan dalam pembutan buku ini dapat langsung bertanya kepadaNamboru Nantinjo melalui Nai Hotni Boru Sagala dengan alamat:

Jalan Raya Baru, Perumahan Pesona Cianjur Indah Blok A-l No.7

Selasa, 30 Juni 2009

Mangokal Holi

Mangokal Holi

Menyusuri jalan lingkar dalam Pulau Samosir dan jalan lintas Sumatera di kawasan Tapanuli, ratusan bangunan tambak, makam keluarga Batak, berserak di pinggir jalan. Aneka ragam desain bermunculan seolah bersaing menjadi yang paling indah.

Bentuk makam itu beraneka ragam, dari tugu dengan patung-patungnya, kapal, pagoda, miniatur gereja, hingga vila. Banyak yang tampak sangat megah dan unik, bahkan bisa menjadi penanda (landmark) sebuah kawasan.

Bangunan-bangunan dari semen indah dan megah itu baru muncul pada paruh abad ke-20. Sebelumnya, makam asli keluarga Batak cukup ditandai dengan pohon (hariara) yang kebanyakan berupa pohon beringin. Makam sendiri berupa tanah yang ditinggikan atau peti batu yang digeletakkan di dataran. Orang bahkan banyak yang sudah lupa bahwa istilah makam Batak yang asli adalah tambak. Banyak orang menyebut makam Batak kini sebagai tugu karena saking banyaknya makam yang berbentuk tugu.

Menurut Amudi Pasaribu dalam tulisannya berjudul ”Pembangunan Tugu Dipandang dari Segi Sosial-Ekonomi”, pembangunan tugu makam secara besar-besaran mulai terjadi pada dasawarsa 1955-1965 di bona pasogit (kampung halaman orang Batak). Para perantau menjadi penyumbang terbesar pembangunan tugu.

Keputusan untuk memasukkan anggota keluarga yang meninggal dalam tambak biasanya dilakukan dengan rapat adat.

Ada dua jenis pemakaman adat Batak. Pertama, penguburan langsung ke tanah sesaat setelah kematian, terutama bagi orang yang mati muda.

Yang kedua adalah penguburan jenazah ke tanah, yang dilanjutkan penguburan tulang belulang beberapa tahun kemudian setelah proses pembusukan terjadi. Proses pemakaman kedua ini disebut mangokal holi.

Kini banyak warga Batak menyatukan proses pembusukan dan pemakaman tulang dalam satu tambak. Bagian bawah tambak menjadi makam tempat pembusukan, bagian atas tempat disemayamkan tulang-tulang.

Bagi orang Batak tak ada tambak yang menakutkan. Leluhur yang jasadnya masuk ke tambak adalah orang-orang yang justru jiwanya akan membantu mereka yang hidup.