Pernikahan Adat Batak
PENGANTAR
Pada dasarnya, Adat Perkawinan Adat Batak, mengandung nilai sakral. Dikatakan sakral karena dalam pemahaman perakwainan adat Batak, bermakna pengorbanan bagi parboru (pihak penganten perempuan) karena ia "berkorban" memberikan satu nyawa manusia yang hidup yaitu anak perempuannya kepada orang lain pihak paranak (pihak penganten pria), yang menjadi besarnya nanti, sehingga pihak pria juga harus menghargainya dengan mengorbankan / mempersembahkan satu nyawa juga yaitu menyembelih seekor hewan (sapi atau kerbau), yang kemudian menjadi santapan (makanan adat) dalam ulaon unjuk / adat perkawinanitu. Sebagai bukti bahwa santapan / makanan adat itu adalah hewan yang utuh, pihak pria harus menyerahkan bagian-bagian tertentu hewan itu kepala, leher, rusuk melingkar, pangkal paha, bagian bokong dengan ekornya masih melekat, hati, jantung dll). Bagian-bagian tersebut disebut tudu-tudu sipanganon (tanda makanan adat) yang menjadi jambar yang nanti dibagi-bagikan kepada para pihak yang berhak, sebagai tanda penghormatan atau legitimasi sesuai fungsi-fungsi (tatanan adat) keberadaan / kehadiran mereka didalam acara adat tersebut, yang disebut parjuhut. Sebelum misi / zending datang dan orang Batak masih menganut agama tradisi lama, lembu atau kerbau yang dipotong ini (waktu itu belum ada pinahan lobu) tidak sembarang harus yang terbaik dan dipilih oleh datu. Barangkali ini menggambarkan hewan yang dipersembahkan itu adalah hewan pilihan sebagai tanda / simbol penghargaan atas pengorbanan pihak perempuan tersebut. Cara memotongnya juga tidak sembarangan, harus sekali potong/sekali sayat leher sapi /kerbau dan disakasikan parboru (biasanya borunya) jika pemotongan dilakukan ditempat paranak (ditaruhon jual). Kalau pemotongan ditempat parboru (dialap jual) , paranak sendiri yang menggiring lembu / kerbau itu hidup-hidup ketempat parboru. Daging hewan inilah yang menjadi makanan pokok "parjuhut" dalam acara adat perkawinan (unjuk itu). Baik acara adat diadakan di tempat paranak atau parboru, makanan / juhut itu tetap paranak yang membawa /
mempersembahkan Kalau makanan tanpa namargoar bukan makanan adat tetapi makanan rambingan biar bagaimanpun enak dan banyaknya jenis makananannya itu. Sebaliknya "namargoar / tudu- tudu sipanagnaon" tanpa "juhutnya" bukan namrgoar tetapi "namargoar rambingan" yang dibeli dari pasar. Kalau hal ini terjadi di tempat paranak bermakna "paranak" telah melecehkan parboru, dan kalau ditempat parboru (dialap jula) parboru sendiri yang melecehkan dirinya sendiri. Dari pengamatan hal seperti ini sudah terjadi dua kali di Batam, yang menunjukkan betapa tidak dipahami nilai luhur adat itu. Anggapan acara adat Batak rumit dan bertele-tele adalah keliru, sepanjang ia diselenggarakan sesuai pemahamn dan nilai luhur adat itu sendiri. Ia menajdi rumit dan bertele-tele karena diselenggrakan sesuai pamahaman atau seleranya.
URUTAN KEGIATAN
Gambar Nama-nama Bagian Hewan Sapi/Kerbau (Tanda makanan Adat)
BAGIAN I PRA NIKAH
Yang dimaksud dengan pra nikah disini adalah proses yang terjadi sebelum
acara adat pernikahan.
A.Perkenalan dan bertunangan.
Pernikahan tidak selalu dengan proses ini, khususnya ketika masih masanya
Siti Nurbaya
B. PatuaHata.
Terjemahannya menyampaiakan secara resmi kepada orang tua perempuan hubungan
muda mudi dan akan dilanjukan ke tingkat perkawinan. Dengan bahasa umum,
melamar secara resmi.
C. Marhori-hori dinding.
Membicarakan secara tidak resmi oleh utusan kedua belah pihak menyangkut
rencana pernikahan tersebut
D. Marhusip.
Arti harafiahnya adalah berbisik. Maksudnya kelanjutan pembicaraan angka III
tetapi sudah oleh utusan resmi, bahkan ada kalanya sudah oleh kedua pihak
langsung
E. Pudun Saut.
Parajahaon/ Pengesahan kesepakatan di Marhusip di
yang dihadiri dalihan na tolu dan suhi ampang na opat masing-masing pihak.
Disini pihak Paranak/Pria sudah membawa makanan adat/makanan namargoar
Catatan:
Aslinya dikatakan "Marhata Sinamot" dimana pembicaraan langsung tanpa
didahului marhusip.
Yang pokok dibicarakan dalam acara adat Pudun Saut anatara lain adalah:
1. Sinamot.
2. Ulos
3. Parjuhut dan Jambar
4. Alap Jual atau Taruhon Jual)
5. Jumlah undangan
6. Tanggal dan tempat pemberkatan.
7. Tatacara.(Selengkapnya lihat dalam Pedoman Pudun Saut).
BAGIAN II UNJUK ATAU ACARA ADAT PERNIKAHAN
Acara ini diselenggarakan setelah acara pernikahan secara agama sesuai yang
diatur dalam UU untuk itu.
A. BEBERAPA Pengertian POKOK DALAM ADAT PERKAWINAN
1. Suhut:Kedua pihak yang punya hajatan
2. Parboru : Orang tua pengenten perempuan=Bona ni haushuton
3. Paranak : Orang tua pengenten Pria= Suhut Bolon.
4. Suhut Bolahan Amak : Suhut yang menjadi tuan rumah dimana acara adat
di selenggrakan.
5. Suhut naniambangan : Suhut yang dating
6. Hula-hula : Saudara laki-laki dari isteri masing-masing suhut.
7. Dongan Tubu : Semua saudara laki masing-masing suhut.
8. Boru : Semua yang isterinya semarga dengan marga kedua suhut.
9. Dongan sahuta : Arti harafiah "teman sekampung" semua yang tinggal
dalam huta / kampung komunitas (daerah tertentu) yang sama paradaton /
solupnya.
10. Ale-ale : Sahabat yang diundang bukan berdasarkan garis persaudaraan
(kekerabatan atau silsilah)
11. Uduran : Rombongan masing-masing suhut, maupun rombongan masing-masing
hula-hulanya.
12. Raja Parhata (RP), Protokol (PR) atau Juru Bicara (JB) masing-masing
suhut, juru bicara yang ditetapkan masing-masng pihak
13. Namargoar : Tanda Makanan Adat , bagian-bagian tubuh hewan yang
dipotong yang menandakan makanan adat itu adalah dari satu hewan
(lembu/kerbau) yang utuh, yang nantinya dibagikan.
14. Jambar : Namargoar yang dibagikan kepada yang berhak, sebagai
legitimasi dan fungsi keberadaannya dalan acara adat itu.
15. Dalihan Na Tolu (DNT) : Terjemahan harafiah"Tungku Nan Tiga" satu
sistim kekerabatan dan way of life masyarakat Adat Batak
16. Solup : Takaran beras dari bambu yang dipakai sebagai analogi
paradaton, yang bermakna dihuta imana acara adat batak diadakan
solup/paradaton dari huta itulah yang dipakai sebagai rujukan, atau disebut
dengan hukum tradisi "sidapot solup do na ro.
B. PROSESI MASUK TEMPAT ACARA ADAT (Contoh Acara di Tempat erempuan)
Raja Parhata/Protokol Pihak Perempuan = PRW
Raja Parhata/Protokol Pihak Laki-laki = PRP
Suhut Pihak Wanita = SW
Suhut Pihak Pria = SP
I. PRW meminta semua dongan tubu / semaraganya bersiap untuk menyambut
dan menerima kedatangan rombongan hula-hula dan tulang.
II. PRW memberi tahu kepada Hula-hula, bahwa SP sudah siap menyambut dan
menerima kedatangan Hula-hula.
III. Setelah hula-hula mengatakan mereka sudah siap untuk masuk, PRW
mempersilakan masuk dengan menyebut satu persatu, hula-hula dan tulangnya
secara berurutan sesuai urutan rombongan masuk nanti:
1. Hula-hula,
2. Tulang,
3. Bona Tulang
4. Tulang Rorobot,
5. Bonaniari,
6. Hula-hula namarhahamaranggi:
7. Hula-hula anak manjae,
IV. PR Hulahula, menyampaikan kepada rombongan hula-hula dan tulang yang
sudah disebutkan PRW pada III, bahwa SW sudah siap menerima kedatangan
rombongan hula-hula dan tulang dengan permintaan agar uduran Hula-hula dan
Tulang memasuki tempat acara, secara bersama-sama. Untuk itu diatur
urut-urutan uduran (rombongan) hula-hula dan tulang yang akan memasuki
ruangan. Uduran yang pertama adalah Hula-hula,..., diikuti TULANG
.......sesuai urut-urutan yang disebut
V. Menerima Kedatangan Suhut Paranak (SP).
Setelah seluruh rombongan hula-hula dan tulang dari SW duduk (acara IV),
rombongan Paranak/SP dipersilakan memasuki ruangan. PRW, memberitahu bahwa
tempat untuk SP dan uduran/rombongannya sudah disediakan dan SW sudah siap
menerima kedatangan mereka beserta Hula-hula, Tulang SP dan
uduran/rombongannya. PRP menyampaikan kepada dongan tubu , bahwa sudah ada
permintaan dari agar mereka memasuki ruangan.
Kepada hula-hula dan tulang (disebutkan satu perasatu) yaitu:
1. Hula-hula,
2. Tulang,
3. Bona Tulang,
4. Tulang Rorobot,
5. Bonaniari
6. Hula-hula namarhaha-marnggi:
7. Hula-hula anak manjae..
PRP memohon, sesuai permintaan hula-hula SW agar mereka masuk bersama-sama
dengan SP. Untuk itu tatacara dan urutan memasuki ruangan diatur, pertama
adalah Uduran/rombongan SP& Borunya, disusul Hula-hula....., Tulang.....dan
seterusnya sesuai urut-urutan yang telah dibacakan PR (Dibacakan sekali lagi
kalau sudah mulai masuk).
C. MENYERAHKAN TANDA MAKANAN ADAT.
(Tudu-tudu Ni Sipanaganon) Tanda makanan adat yang pokok adalah: kepala
utuh, leher (tanggalan), rusuk melingkar (somba-somba) , pangkal paha
(soit), punggung dengan ekor (upasira), hati dan jantung ditempatkan dalam
baskom/ember besar. Letak tanda makanan adat itu dalam tubuh hewan dapat
dilihat dalam gambar. Gambar Nama Jambar/Tanda Makanan Adat(Bagin Tubuh
Hewan Lembu atau Kerbau) Tanda makanan adat diserahkan SP beserta Isteri
didampingi saudara yang lain dipandu PRP, diserahkan kepada SW dengan bahasa
adat, yang intinya menunjukkan kerendahan hati dengan mengatakan walaupun
makanan yang dibawa itu sedikit/ala kadarnya semoga ia tetap membawa
manfaat dan berkat jasmani dan rohani hula-hula SW dan semua yang menyantap
nya, sambil menyebut bahasa adat : Sitiktikma si gompa, golang golang
pangarahutna, tung so sadia (otik) pe naung pinatupa i, sai godangma
pinasuna.
D. MENYERAHKAN DENGKE / IKAN OLEH SW
Aslinya ikan yang diberikan adalah jenis "ihan" atau ikan Batak, sejenis
ikan yang hanya hidup di Danau Toba dan sungai Asahan bagian hulu dan
rasanya memang manis dan khas. Ikan ini mempunyai sifat hidup di air yang
jernih (tio) dan kalau berenang/berjalan selalu beriringan (mudur-udur),
karena itu disebut; dengke sitio-tio, dengke si mudur-udur (ikan yang hidup
jernih dan selalu beriringan / berjalan beriringan bersama)
Simbol inilah yang menjadi harapan kepada penganeten dan keluarganya yaitu
seia sekata beriringan dan murah rejeki (tio pancarian dohot pangomoan).
Tetapi sekarang ihan sudah sangat sulit didapat, dan jenis ikan mas sudah
biasa digunakan. Ikan Masa ini dimasak khasa Batak yang disebut "naniarsik"
ikan yang dimasak (direbus) dengan bumbu tertentu sampai airnya berkurang
pada kadar tertentu dan bumbunya sudah meresap kedalam daging ikan itu.
E. MAKAN BERSAMA
Sebelum bersantap makan, terlebih dahulu berdoa dari suhut Pria (SP) ,
karena pada dasarnya SP yang membawa makanan itu walaupun acara adatnya di
tempat SW.
Untuk kata pengantar makan, PRP menyampaikan satu uppasa (ungkapan adat)
dalam bahasa Batak seperti waktu menyerahakan tanda makanan adat:
Sitiktikma si gompa, golang golang pangarahutna Tung, sosadiape napinatupa
on, sai godangma pinasuna.
Ungkapan ini menggambarkan kerendahan hati yang memebawa makanan (), dengan
mengatakan walaupun makanan yang dihidangkan tidak seberapa (pada hal hewan
yang diptong yang menjadi santapan adalah hewan lembu atau kerbau yang
utuh), tetapi mengharapkan agar semua dapat menikmatinya serta membawa
berkat. Kemudian PRP mempersilakan bersantap.
F. MEMBAGI JAMBAR/TANDA MAKANAN ADAT
Biasanya sebelum jambar dibagi, terlebih dahulu dirundingkan bagian-bagian
mana yang diberikan SW kepada SP. Tetapi, yang dianut dalam acara adat yaitu
Solup Batam, yang disebut dengan "JAMBAR MANGIHUT"dimana jambar sudah
dibicarakan sebelumnya dan dalam acara adatnya (unjuk) SW tinggal memberikan
bagian jambar untuk SP sebagai ulu ni dengke mulak. Selanjutnya masing
masing suhut membagikannya kepada masing-masing fungsi dari pihaknya
masing-masing saat makan sampai selesai dibagikan.
G. MANAJALO TUMPAK (SUMBANGAN TANDA KASIH)
Arti harafiah tumpak adalah sumbangan bentuk uang, tetapi melihat
keberadaan masing-masing dalam acara adat mungkin istilah yang lebih tepat
adalah tanda kasih. Yang memberikan tumpak adalah undangan SUHUT PRIA, yang
diantarkan ketempat SUHUT duduk dengan memasukkannya dalam baskom yang
disediakan/ ditempatkan dihadapan SUHUT, sambil menyalami pengenten dan
SUHUT. Setelah selesai santap makan, PRP meminta ijin kepada PRW agar mereke
diberi waktu untuk menerima para undangan mereka untuk mengantarkan tumpak
(tanda kasih). Setelah PRW mempersilakan, PRP menyampai
tubu, boru/bere dan undangannya bahwa SP sudah siap menerima kedatangan
mereka untuk mengantar tumpak. Setelah selesai PRP mengucapkan terima kasih
atas pemberian tanda kasih dari para undangannya
H. ACARA PERCAKAPAN ADAT.
I. MEMPERSIAPKAN PERCAKAPAN:
1. RPW menanyakan apakah sudah siap memulai percakapan, yang dijawab oleh
SP, mereka sudah siap
2. Masing-masing PRW dan PRP menyampaikan kepada pihaknya dan hula-hula
serta tulangnya bahwa percakapan adat akan dimulai, dan memohon kepada
hula-hulanya agar berkenan memberi nasehat kepada mereka dalam percakapan
adat nanti.
III. MEMULAI PERCAKAPAN (PINGGAN PANUNGKUNAN)
. Pinggan Panungkunan, adalah piring yang didalamnya ada beras, sirih,
sepotong daging (tanggo-tanggo) dan uang 4 lembar. Piring dengan isinya ini
adalah sarana dan simbol untuk memulai percakapan adat.
1. PRP meminta seorang borunya mengantar Pinggan Panungkunan itu kepada PRW
2. PRW, menyampaikan telah menerima Pinggan Panungkunan dengan menjelaskan
apa arti semua isi yang ada dalam beras itu. Kemudian PRW mengambil 3 lembar
uang itu, dan kemudian meminta salah seorang borunya untuk mengantar piring
itu kembali kepada PRP
3. PRW membuka percakapan dengan memulainya dengan penjelasan makna dari
tiap isi pinggan panungkunan (beras, sirih, daging dan uang), kemudian
menanyakan kepada makna tanda dan makanan adat yang sudah dibawa dan
dihidangkan oleh pihak
.
4. Akhir dari pembukaan percakapan ini, keluarga mengatakan bahwa makanan
dan minuman pertanda pengucapan syukur karena berada dalam keadaan sehat,
dan tujuan adalah menyerahkan kekurangan sinamot , dilanjutkan adat yang
terkait dengan pernikahan anak mereka.
IV. PENYERAHAN PANGGOHI/KEKURANGAN SINAMOT
1. Dalam percakapan selanjutnya, setelah PRW meminta PRP menguraikan
apa/berapa yang mau mereka serahkan , PRP memberi tahukan kekurangan
sinamot yang akan mereka serahkan adalah sebsar Rp...Juta, menggenapi
seluruh sinamot Rp....Juta. (Pada waktu acara Pudun Saut, sudah menyerahkan
Rp 15 juta sebagai bohi sinamot (mendahulukan sebagian penyerahan sinamot di
acara adat na gok)
2. Sebelum PR mengiakan lebih dulu RP meminta nasehat dari Hula-hula dan
pendapat dari boru .
3. Sesudah diiakan oleh PR , selanjutnya penyerahan kekurangan sinamot
kepada suhut oleh RP.
V. Penyerahan Panandaion.
Tujuan acara ini memperkenalkan keluarga pihak perempuan agar keluarga pihak
pria mengenal siapa saja kerabat pihak perempuan sambil memberikan uang
kepada yang bersangkutan.Secara simbolis, yang diberikan langsung hanya
kepada 4 orang saja, yang disebut dengan patodoan atau "suhi ampang na opat"
( 4 kaki dudukan/pemikul bakul) yang merupakan symbol pilar jadinya acara
adat itu. Dengan demikian biarpun hanya yang empat itu yang dikenal/menerima
langsung, sudah mewakili menerima semuanya. (Mungkin dapat dianalogikan
dengan pemberian tanda penghargaan massal kepada pegawai PNS yang diwakili 4
orang, masing-masing 1 orang dari tiap golngan I sampai golongan IV).
Kepada yang lain diberikan dalam satu envelope saja yang nanti akan
dibagikan kepada yang bersangkutan.
VI Penyerahan tintin marangkup.
Diberikan kepada tulang /paman penganten pria (saudara laki ibu penganten
pria). Yang menyerahkan adalah orang tua penganten perempuan berupa uang
dari bagian sinamot itu. Seacara tradisi penganten pria mengambil boru
tulangnya untuk isterinya, sehingga yang menerima sinamot seharusnya
tulangnya. Dengan diterimanya sebagian sinamot itu oleh Tulang Pengenten
Pria yang disebut titin marangkup, maka Tulang Pria mengaku penganten
wanita, isteri ponakannya ini, sudah dianggapnya sebagai boru/putrinya
sendiri walaupun itu boru dari marga lain.
VII. Penyerahan/Pemberian Ulos oleh Pihak Perempuan.
Dalam Adat Batak tradisi lama atau religi lama, ulos merupakan sarana
penting bagi hula-hula, untuk menyatakan atau menyalurkan sahala atau
berkatnya kepada borunya, disamping ikan, beras dan kata-kata berkat. Pada
waktu pembuatannya ulos dianggap sudah mempunyai "kuasa". Karena itu,
pemberian ulos, baik yang memberi maupun yang menerimanya tidak sembarang
orang, harus mempunyai alur tertentu, antara lain adalah dari Hula-hula
kepada borunya, orang tua kepada anank-anaknya. Dengan pemahaman iman yang
dianut sekarang, ulos tidak mempunyai nilai magis lagi sehingga ia sebagai
simbol dalam pelaksaan acara adat. Ujung dari ulos selalu banyak rambunya
sehingga disebut "ulos siganjang/sigodang rambu"(Rambu, benang di ujung ulos
yang dibiarkan terurai).
Pemberian Ulos sesuai maknanya adalah sebagai berikut:
Ulos Namarhadohoan
No Uraian Yang Menerima Keterangan
A Kepada Paranak
1 Pasamot/Pansamot Orang tua pengenten pria
2 Hela Pengenten
B Partodoan/Suhi Ampang Naopat
1 Pamarai Kakak/Adek dari ayah pengenten pria
2 Simanggokkon Kakak/Adek dari pengenten pria
3.Namborunya Saudra perempuan dari ayah pengenten pria
4 Sihunti Ampang Kakak/Adek perempuan dari pengenten pria
Ulos Kepada Pengenten
NoUraian Yang Mangulosi Keterangan
A Dari Parboru/Partodoan
1 Pamarai1 lembar, wajib Kakak/Adek dari ayah pengenten wanita
2 Simandokkon Kakak/Adek laki-laki dari pengenten wanita
3.Namborunya (Parorot) Iboto dari ayah pengenten wanita
4 Pariban Kakak/Adek dari pengenten wanita
B Hula-hula dan Tulang Parboru
1 Hula-hula 1 lembar, wajib
2 Tulang 1 lembar, wajib
3 Bona Tulang 1 lembar, wajib
4 Tulang Rorobot 1 lembar, tidak wajib
C Hula-hula dan Tulang Paranak
1 Hula-hula 1 lembar, wajib
2 Tulang 1 lembar, wajib
3 Bona Tulang 1 lembar, wajib
4 Tulang Rorobot 1 lembar, tidak wajib
Catatan:
1. Hula-hula namarhahamaranggi dohot hula-hula anak manjae ndang ingkon
ulos tanda holong nasida boi ma nian bentuk hepeng, songon na pinatorang.
Songoni angka na asing na marholong ni roha.
2. Keruwetan yang terjadi karena undangan pihak permpuan merasa uloslah
yang mejadi tanda holong/tanda kasih sehingga harus mengulosi, pada hal
sesuai pemahamn pemebri ulos yang tidak sembarangan, ulos yang diberikan itu
artinya sam dengan kado/tanda kasih bentuk lain baik barang atau uang,
tidak ada nilai adat/sakralnya lagi
VII. Mangujungi Ulaon (Menyimpulkan Acara Adat)
1. Manggabei (kata-kata doa dan restu) dari pihak SW. Berupa kata-kata
pengucapan syukur kepada Tuhan bahwa acara adat sudah terselenggara dengan
baik:
a.Ucapan terima kasih kepada dongan tubu dan hula-hulanya
b.Permintaan kepada Tuhan agar rumah tangga yang baru diberkati demikian
juga orang tua pengenten dan saudara yang lainnya.
2. Mangampu (ucapan terima kasih) dari pihak SP
Ucapan terima kasih kepada semua pihak baik kepada hula-hula SW maupun
kepada SP atas terselenggaranya acara adat nagok ini.
CATATAN:
Dalam marhata gabe-gabe dan mangampu, RP masing-masing biasanya memberi
kesempatan kepada Hula-hula dan boru/ber masing-masing turut menyampaikan
beberapa kata sesuai fungsinya baru SUHUT sebagai penutup. Disini tidak
pada tempatnya memberi nasehat kepada pengenten panjang lebar, tetapi
senentiasa permintaan kepada Tuhan agar rumah tangga yang baru itu menjadi
rumahtangga yang diberkati
3. Mangolopkon (Mengamenkan) oleh Tua-tua/yang dituakan di Kampung itu
Kedu suhut dan , menyediakan piring yang diisi beras dan uang ( biasanya
ratusan lembar pecahan Rp1.000 yang baru) kemudian diserahkan kepada Rja
Huta yang mau mangolopkon Raja Huta berdiri sambil mengangkat piring yang
berisi beras dan uang olop-olop itu. Dengan terlebih dahulu menyampaikan
kata-kata ucapan Puji Syukur kepada Tuhan Karen kasih-Nya cara adat rampung
dalam suasan dami (sonang so haribo-riboan) serta restu dan harapan kemudian
diahiri , dengan mengucapkan: olop olop, olop olop, olop olop sambil menabur
4.Ditutup dengan doa /ucapan syukur. Akhirnya acara adat ditutup dengan doa
oleh Hamba Tuhan. Sesudah amin, sama-sama mengucapkan: horas...! horas...!
horas...!
5. Bersalaman untuk pulang...BAGIAN III PASKA PERNIKAHAN
lagi acara yang disebut paulak une/mebat dan maningkir tangga. Acara ini
dilakukan setelah penganten menjalani kehidupan sebagai suami isteri
biasanya sesudah 7-14 hari (sesudah robo-roboan) yang sebenarnya tidak
wajib lagi dan tidak ada kaitannya dengan acara keabsahan perkawinan adat na
gok. Acara dimaksud adalah:
I. Paulak Une
Suami isteri dan utusan pihak pria dengan muda mudi (panaruhon) mengunjungi
rumah mertu/orang tuanya dengan membawa lampet (lampet dari tepung beras
dibungkus 2 daun bersilang). Menurut tradisi jika pihak pria tidak berkenan
dengan pernikahan itu (karena perilaku) atau sang wanita bukan boru ni raja
lagi, si perempuan bisa ditinggalkan di rumah orang tua perempuan itu.
II. Maningkir Tangga. (Arti harafiah "Menilik Tangga)
Pihak orang tua perempuan menjenguk rumah (tangga anaknya) yang biasanya
masih satu rumah dengan orang tuanya.
CATATAN:
Sekarang ini ada yang melaksanakan acara paulak une dan maningkir tangga
langsung setelah acara adat ditempat acara adat dilakukan, yang mereka
namakan "Ulaon Sadari" . Acara ini sangat keliru, karena disamping tidak ada
maknanya seperti dijelaskan diatas, tetapi juga menambah waktu dan biaya (
ikan & lampet dan makanan namargoar) dan terkesan main-main/ melecehkan
makna adat itu.
Karena itu diharapkan acara seperti ini jangan diadakan lagi dengan alasan:
bercerai lagi dengan alasan yang disebut dalam pengertian Paulak Une, dan
pemahaman adat itu dilakukan setelah penganten mengalami kehidupan sebagai
suami isteri.
2. Terkesan main-main, hanya tukar menukar tandok berisi makananan,
sementara tempat Paulak Une dan Maningkir Tangga yang seharusnya di rumah
kedua belah pihak. Rrtinya saling mengunjungi rumah satu sama lain,
diadakan di gedung pertemuan , pura-pura saling mengunjungi, yang tidak
sesuai dengan makna dan arti paulak une dan maningkir tangga itu.
3. Menghemat waktu dan biaya, tidak perlu lagi harus menyediakan makanan
namargoar (paranak) dan dengke dengan lampetnya (parboru)
4. Acara itu tidak harus diadakan dan tidak ada hubungannya dengan keabsahan
acara adat nagok perkawinan saat ini.
5. Acara Paulak Une dan Maningkir Tangga diadakan atau tidak, diserahkan
saja kepada kedua SUHUT karena acara ini adalah acara pribadi mereka,
biarlah mereka mengatur sendiri kapan mereka saling mengunjungi rumah.
Pemberian Ulos sesuai maknanya adalah sebagai berikut: Ulos Namarhadohoan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar